Wagub DKI: Kita Masih Kerjasama dengan ACT, Termasuk Kurban
- VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham
VIVA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, angkat bicara soal penyelewengan dana umat pada lembaga Aksi Cepat Tanggap yang dilakukan oleh bos ACT tersebut.
Pimpinan Dianggap Bermasalah
"Belakangan kita mendapat informasi ada pimpinan yang dianggap bermasalah," kata Wagub DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 4 Juli 2022.
Riza mengakui selama ini Pemprov DKI Jakarta melakukan kerjasama dengan lembaga kemanusiaan itu dan dianggap tidak ada masalah sejauh ini.
Memang Pemprov DKI beberapa kali melakukan kerja sama untuk berkolaborasi, bersinergi dengan semua pihak termasuk swasta, komunitas, penggiat dan lain sebagainya, termasuk dengan ACT.
"Selama ini kita bekerja sama dan selama ini tidak masalah, semuanya baik-baik saja dengan ACT," katanya.
Kerjasama Masih Berjalan
Termasuk program Idul Adha dengan Pemprov DKI Jakarta masih bekerjasama dan hingga saat ini tidak ada masalah.
"Sejauh ini hubungan kami dengan ACT tidak masalah, termasuk kurban tidak ada masalah. Di satu sisi, sama kami kan tidak ada masalah, baik-baik saja. ACT dengan lain kalau ada masalah itu urusan ACT dengan yang lain ya. Yang penting selama ini dengan DKI Jakarta dengan Pemprov berhubungan baik tidak ada masalah," ujarnya.
Namun demikian belakangan ini, kata dia, Pimpinan ACT yang dianggap bermasalah, tentu nanti dilihat kerjasama ke depannya seperti apa.
"Kita tentu akan melakukan evaluasi semuanya sejauh mana masalahnya sesungguhnya nanti kan akan ditangani dengan pihak terkait," katanya.
Aksi Cepat Tanggap (ACT) tengah ramai menjadi pembahasan di media sosial, bermula dari laporan Tempo yang berjudul Kantong Bocor Dana Umat. Melalui investigasi tersebut, mereka mengungkap dugaan penyelewengan donasi yang dilakukan yayasan kemanusiaan ini.
Para petinggi Lembaga pengelolaan dana sosial ACT diduga menyalahgunakan donasi yang diamanati masyarakat kepada lembaga tersebut. duit sedekah dari masyarakat itu diduga digunakan untuk memenuhi gaya hidup para petinggi ACT yang memiliki gaji ratusan juta rupiah.