Satpol PP DKI Bakal Cabut Izin dan Tutup Hamilton Spa Secara Permanen
- VIVAnews/ Fajar Ginanjar Mukti
VIVA - Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta bakal mencabut izin dan penutupan secara permanen Hamilton Spa karena diduga melanggar aturan adanya prostitusi.
Berdasarkan Pergub 18/2018
"Maka mengacu ketentuan Pergub 18/2018, maka tindakan sanksi yang bisa dikenakan adalah penutupan secara permanen dan pencabutan izin. Kalau dia ada izin maka izinnya akan kita cabut," kata Kasatpol PP DKI Jakarta, Arifin, di Jakarta, Selasa, 21 Juni 2022.
Tunggu Rekomendasi Instansi Terkait
Tentu saja, mekanismenya, Satpol PP masih menunggu nanti ada rekomendasi yang disampaikan Dinas Parekraf, terkait dengan pelanggaran yang terjadi di Hamilton.
"Nanti dari surat itu kami akan melakukan tindakan itu berupa tadi penutupan secara permanen, dan kalaupun ada izinnya maka tentu izinnya akan diajukan ke yang mengeluarkan izin akan dibekukan izinnya," katanya.
Baca juga: Bungkus Night, Direktur dan Manajer Regional Hamilton Spa Tersangka
Arifin mengingatkan kepada semua pengelola tempat, kafe, spa harus sesuai dengan ketentuan. Tidak boleh ada kegiatan yang melakukan tindakan asusila.
"Yang jelas tindakan tegas akan dikenakan dengan ketentuan Perda," katanya.
Kasus ajakan pesta seks berbayar dengan dengan tema “Bungkus Night” Hamilton Spa Jakarta Selatan hingga kini masih dilakukan pemeriksaan oleh pihak Kepolisian. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ridan Soplanit, mengatakan pihaknya mendapati dan menyita akun Instagram yang digunakan para pelaku untuk memviralkan agenda acara tersebut.
Selain itu admin Instagram juga diamankan petugas, dan masih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh kepolisian, polisi pun telusuri dengan memeriksa saksi-saksi wanita yang dijadikan alat promosi oleh para pelaku.
Prostitusi Berkedok Panti Pijat
Dalam proses pemeriksaan dipastikan oleh penyidik bahwa kegiatan 'Bungkus Night' adalah praktik prostitusi yang berkedok panti pijat. Pengunjung akan mendapatkan pelayanan seks oleh para terapis dengan membayar Rp250 ribu.
"Iya, jadi kita lihat dari masalah dengan volume 2 memang desainnya yang mana mereka menyediakan tempat untuk melakukan hal-hal yang tidak bermoral itu atau kegiatan prostitusi," ujarnya.