Peringati Tragedi Tiananmen, Mahasiswa Demo di Depan Kedubes China
- Istimewa.
VIVA - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Jalan Raya Mega Kuningan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Minta Pemerintah Tiongkok Bertanggung Jawab
Mereka meminta pemerintah Tiongkok bertanggung jawab atas tewasnya ribuan mahasiswa dalam tragedi berdarah Tiananmen 33 tahun silam, tepatnya 4 Juni 1989.
Koordinator aksi untuk rasa, AA Dawan, mengatakan bahwa otoritas Tiongkok yang dikuasai oleh Partai Komunis China harus dibawa ke Mahkamah Internasional untuk mempertanggungjawabkan peristiwa tersebut.
“Ribuan rekan-rekan kami, mahasiswa di China yang menyuarakan keinginan rakyat agar reformasi segera dilakukan Tiongkok, tewas diberondong peluru tajam pasukan militer,” kata Dawan kepada wartawan, Jumat, 3 Juni 2022.
Baca juga: Tiananmen 1989: Apa yang Terjadi dan Bagaimana Warga China Memaknainya
Banyak Mahasiswa Tewas
Dawan mengatakan banyak mahasiswa yang bersatu dengan rakyat kala itu tewas usai dilindas puluhan tank baja militer yang dikerahkan pemerintah China ke lautan manusia yang memenuhi Lapangan Tiananmen.
Deng Xiaoping yang kala itu memimpin Partai Komunis China memerintahkan puluhan tank baja berikut 250 ribu lebih pasukan militer bersenjata lengkap dari 30 divisi tentara, untuk mensterilkan Lapangan Tiananmen.
AMI juga menemukan bukti tindak kekerasan lainnya yang dilakukan oleh militer China kepada mahasiswa, mulai dari penculikan, penyekapan hingga penyiksaan sejumlah aktivis mahasiswa. Hampir sebagian besar mahasiswa ditemukan sudah tidak bernyawa.
“Aksi militer ini diduga kuat karena mahasiswa dan rakyat juga menyerukan pembubaran pemerintah dan meminta pengunduran diri para pemimpin Partai Komunis China yang dianggap terlalu represif,” kata Dawan.
Masih Ditutup-tutupi
Sampai saat ini, lanjut dia, China masih terus menutup-nutupi Tragedi Tiananmen, meski jejak digital yang menunjukkan sejumlah bukti dan fakta kebiadaban Beijing terhadap warga negaranya, beredar luas di media massa dan media sosial.
Dawan menilai China kini melakukan pelanggaran HAM lainnya terhadap jutaan muslim Uighur. Berbagai bentuk pelanggaran itu antara lain pemerkosaan muslimah dan anak perempuan Uighur, perkawinan paksa, penganiayaan dan penyiksaan, sterilisasi (bikin mandul) wanita Uighur, hingga mengirim orang-orang Uighur ke kamp-kamp konsentrasi, yang disebut China sebagai pusat pendidikan deradikalisasi atau anti terorisme.
Dia menduga aksi pelanggaran HAM itu menjurus pada kegiatan genosida muslim Uighur oleh Pemerintah Tiongkok, mengingat sejumlah bukti dan fakta yang kini beredar luas di media massa dan media sosial, menunjukkan hal tersebut.
“Melihat hal inilah, kami, meminta negara-negara dunia termasuk Indonesia, untuk menyeret eksekutor, pihak-pihak yang terlibat khususnya aktor intelektual di balik pembantaian ribuan mahasiswa dan rakyat China, dalam tragedi Tiananmen 4 Juni 1989 ke Pengadilan HAM Internasional,” kata Dawan.
Aksi Treatikal
Selain membawa 2 spanduk dan poster yang berisi tuntutan serta foto-foto tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh China, mahasiswa juga menggelar aksi treatikal yang menggambarkan suasana tragedi berdarah Tiananmen 4 Juni 1989.
Mahasiswa juga menampilkan aksi panggung jalanan yang mengilustrasikan kekejaman Tiongkok terhadap jutaan muslim Uighur, yang sebagian besar ditahan pada kamp-kamp konsentrasi di wilayah Xinjiang China.
“Pemerintah China juga harus menghentikan seluruh pelanggaran berat HAM terhadap jutaan Muslim Uighur di Xinjiang, dan mendesak Presiden China di Xi Jinping untuk bertanggung jawab di hadapan Mahkamah Internasional, atas semakin maraknya kejahatan kemanusiaan di China,“ katanya.