Rugikan Industri, Pengusaha Minta Sertifikat Jalan Dahwa Dibatalkan

Jalan Dahwa, Kecamatan Manis Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Sejumlah pengusaha yang berada di Jalan Dahwa RT 003/RW 001, Kecamatan Manis Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang, membatalkan penerbitan sertifikat di Jalan Dahwa atas nama pribadi.

Industri Plastik dan Karet Indonesia Didorong Akselerasi Penerapan Ekonomi Hijau

Sebab, dengan penerbitan sertifikat itu, Jalan Dahwa yang semula memiliki lebar 8,5 meter menyempit jadi 3,5 meter. Padahal selama 35 tahun ini ini, jalan tersebut telah digunakan oleh 49 industri yang ada di sana untuk aktivitas bongkar muat.

Namun, sejak pengajuan permohonan pembuatan sertifikat atas inisial RS pada tahun 2017 lalu, jalan itu terancam mengecil dan mengganggu proses keluar masuk mobil bongkar muat milik ke-49 perusahaan yang ada di sana.

Rokok Ilegal Makin Menjamur, Industri Dorong Langkah Tegas Pemerintah

“Kami minta BPN bisa membatalkan atau memblokir sertifikat tersebut. Karena jalan itu adalah jalan milik umum selama 35 tahun. Namun dengan adanya pengakuan bahwa jalan tersebut telah dimiliki oleh orang pribadi, maka pasti aktivitas bongkar muat industri di sana akan terganggu,” ujar Direktur PT Anugerah Utama Abadi, Tony Halim kepada wartawan, Senin, 7 Februari 2022.

Tony Halim mengatakan, bahwa Jalan Dahwa sangat dibutuhkan untuk menunjang aktivitas usaha yang selama ini banyak menyerap tenaga kerja.

Konglomerat Sugiman Halim Investasi Jumbo Saham BOAT, Kepemilikannya Naik Jadi 10,51 Persen

“Jika aksesnya terganggu karena jalannya dikuasai oleh perorangan, jelas akan memengaruhi usahan kami,” tutur Tony.

Hal senada diakui oleh General Manager General Affair PT Gajah Tunggal, Ismail. Dia menyatakan perusahaan yang bergerak di sektor produksi ban ini menghendaki BPN membatalkan sertifikat Jalan Dahwa yang dikuasai pribadi itu.

“Selama ini kami  (perusahaan-perusahaan yang ada di Jalan Dahwa) selalu merawat jalan itu. Kalau ada kerusakan, kami gotong royong memperbaiki, tapi mengapa tiba-tiba jalan ini dikuasai oleh perseorangan. Padahal selama 35 tahun, jalan itu sudah menjadi jalan umum sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan BPN Kota Tangerang,” tuturnya.

Ismail berharap BPN dapat membantu industri yang dirugikan oleh aktivitas penguasaan Jalan Dahwa tersebut.

“Kami berharap BPN melakukan pembelokiran terhadap sertifikat Jalan Dahwa karena jelas jika jalan dikuasai dan lebarnya menyempit, akan mengganggu proses bongkar muat  industri di sana. Bahkan dengan adanya upaya paksa pemagaran oleh oknum suruhan pemilik sertifikat, jelas akan mengganggu juga aktivitas produksi perusahaan-perusahan yang berada di Jalan Dahwa,” kata Ismail.

Sementara Oei Tjien Soan, pemilik pabrik furniture PT Sarana Interindo Mandiri juga berharap BPN dapat segera menyelesaikan sengketa pertanahan di Jalan Dahwa yang telah berlangsung beberapa tahun ini.

“Selama ini proses keluar masuk barang dari perusahaan kami memang menggunakan Jalan Dahwa. Jadi dengan timbulnya sertifikat ini, jelas sangat merugikan kami yang telah puluhan tahun berada di sana. Apalagi selama ini kami juga ikut merawat Jalan Dahwa karena kami sadar jalan ini merupakan akses penunjang utama perusahaan,” ujar Tjien Soan.

Menyikapi hal tersebut Kepala BPN Kota Tangerang, Mujahidin mengatakan BPN Kota Tengerang pernah mengembalikan berkas permohonan pembuatan sertifikat atas inisial RS yang beralamat di Jalan Dahwa RT 003/RW 001, Kecamatan Manis Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang.

“Berkas permohonan pembuatan sertifikat tersebut kami kembalikan karena ada masalah,” kata Mujahidin.

Mujahidin menjelaskan pihaknya tidak akan memproses pembuatan sertifikat itu sebelum persoalan selesai. “Tidak mungkin kami terbitkan sertifikat kalau persoalannya belum selesai,”ujarnya.

Belum lama ini, lanjut Mujahidin, pemohon pembuat sertifikat berinisial RS pernah datang kembali ke BPN setelah berkas itu dicabut.

“Saat ketemu saya sempat sampaikan bahwa Pak RS itu telah menzolimi yang punya tanah karena mau mensertifikat atas namanya tapi belum dibayar sepenuhnya,” kata  Mujahidin.

Sejak pertemuan itu, lanjutnya, pihaknya belum menerima lagi permohonan untuk pembuatan sertifikat. ”Intinya kami tidak akan proses sebelum persoalan itu selesai,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya