Cerita Farida, Pemilik Lahan 90 Hektar Diduga Dikerjai Mafia Tanah

Ilustrasi lahan
Sumber :

VIVA – Seorang nenek bernama Farida mengalami kejadian yang tidak mengenakan. Lahan miliknya yang berada di kawasan Sawangan, Depok, dan ia kelola selama ini, ternyata direbut akibat sertifikat yang diduga cacat administrasi. 

Penuhi Kriteria Ini, Gedung Menara 2 BTN Dapat Sertifikat Green Building

Melalui kuasa hukumnya, Bernard Paulus Simanjuntak, dia menduga, ada oknum dari pegawai BPN yang terlibat dalam pembuatan sertifikat di lahan tersebut. Sebab, lahan yang tengah menjalani proses hukum tiba-tiba muncul sebuah surat yang dikeluarkan dari kantor BPN Depok.

"Ini sangat aneh, apalagi kami juga menemukan banyak kejanggalan dari terbitnya surat tersebut," katanya, Kamis 23 Desember 2021.

Raker dengan DPR, Menhut Tegaskan Tak Segan Cabut Izin PPKH Perusahaan Nakal

Diceritakan Benard, kasus ini bermula saat nenek Farida mencoba mengelola lahan yang ada di Sawangan tersebut. Berbekal Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (Sk-Kinag), si nenek mendaftarkan hal tersebut ke BPN dan penetapan Pengadilan Negeri. 

"Dari hal itu, Nenek Ida melakukan pembebasan sekaligus memberi kompensasi bagi penggarap, hingga akhirnya terbit SHM," ujarnya.

Brimob Siapkan 5 Ha Lahan di Karawang Timur Dukung Program Ketahanan Pangan

Setelah SHM didapat, mulai lah muncul permasalahan, di mana pada lahan itu juga muncul sertifikat atas nama PT Pakuan yang dipecah menjadi sembilan. Karena hal itu, sertifikat keduanya pun akhirnya dibatalkan melalui SK Kanwil BPN di tahun 2017 lalu. 

"Sejak saat itu, terjadilah sengketa kepemilikan lahan yang diketahui memiliki luas 90 hektar," ungkapnya.

Di tahun yang sama itu, terbit lagi sertifikat yang dikeluarkan BPN Depok di lahan sengketa yang kepemilikannya di pengadilan negeri tengah begulir. 

"Padahal mengacu pada peraturan menteri negara agrari/ kepala BPN No. 3 tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pnerian hak atas tanah negara yang menyatakan, kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya memberi keputusan mengenai pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000 meter persegi. Dan ini di lahan seluas 90 hektar, surat itu bisa diterbitkan dari kabupaten atau kotamadya," terangnya.

Atas temuan itu, Benard berharap mafia tanah yang ada bisa segera dibersihkan. Bukan tidak mungkin, selain Farida dikhawatirkan akan ada lagi masyarakat yang menjadi korban dari mafia tersebut. "Kami sendiri juga sudah melaporkan masalah ini dan dalam proses persidangan di PTUN Jawa Barat," ungkapnya.

Penjelasan BPN

Dikonfirmasi terkait masalah ini, Kepala Urusan Umum BPN Depok, Yudhi Sugandi tak menjelaskan lebih detil ketika ditanya bagaimana surat itu bisa diterbitkan. Menurutnya, kasus tersebut masih dalam perkaran di PTUN. "Kasusnya sudah disidangkan di PTUN," ujarnya.

Saat diminta menjelaskan kenapa sertifikat yang dibatalkan bisa kembali terbit, Yudhi juga tak mau membalas secara gamblang. "Tunggu hasil putusan saya ya," ucapnya singkat.

Sementara itu, mantan Kepala Kantor BPN Depok Yoyok Sonjaya yang di konfirmasi juga enggan menjelaskan masalah yang terjadi. "Saya sudah purna bakti sejak 8 bulan lalu, silahkan hubungi kepala kantor yang sekarang saja," imbuhnya.

Ketika menghubungi Kepala Kantor BPN Depok, Ery Juliani Pasoreh, pesan yang disampaikan belum juga mendapat balasan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya