Buang Limbah Parasetamol ke Teluk Jakarta, Dua Perusahaan Kena Sanksi
- ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
VIVA – Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta telah melakukan investigasi dan verifikasi terhadap kegiatan/usaha yang diduga memproduksi produk mengandung parasetamol di wilayah Jakarta Utara.
Hasil verifikasi lapangan terhadap kegiatan usaha farmasi di wilayah Jakarta Utara diketahui bahwa PT. MEF dan PT. B belum taat dalam pengelolaan air limbah yang dibuktikan dari hasil laboratorium air limbah industri farmasi.
Maka itu, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta telah mengenakan sanksi administratif paksaan pemerintah kepada dua perusahaan tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, penerapan sanksi administratif merupakan langkah yang ditempuh dalam serangkaian kegiatan pengawasan pengelolaan lingkungan, hingga penegakan hukum terhadap kegiatan usaha yang tidak taat dalam pengelolaan lingkungan yang di dalamnya termasuk pengelolaan air limbah.
“Karena ketidaktaatan dalam pengelolaan air limbah kedua perusahaan tersebut kami mengenakan sanksi administratif yang mewajibkan PT. MEF dan PT. B untuk menutup saluran outlet IPAL air limbah dan melakukan perbaikan kinerja IPAL serta mengurus persetujuan teknis pembuangan air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air,” kata Asep dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 11 November 2021.
Asep menjelaskan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan melakukan Monitoring Pengawasan Penaatan Sanksi Administratif terhadap PT. MEF dan PT. B. Nantinya, jika diketahui saluran outlet IPAL air limbah PT. MEF dan PT. B belum dilakukan penutupan, maka akan dilakukan penutupan saluran outlet IPAL PT. MEF dan PT. B.
Ia menambahkan, pengambilan sampel air limbah dan pemeriksaan laboratorium terhadap pemenuhan baku mutu sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 69 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan dan/atau Usaha.
Menurutnya, penegakan hukum terhadap kegiatan usaha yang tidak taat dalam pengelolaan lingkungan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Risiko Lingkungan
Sebelumnya, Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton UK merilis hasil dari studi pendahuluan (preliminary study) mengenai kualitas air laut di beberapa situs terdominasi limbah buangan.
Hasil studi tersebut dimuat dalam jurnal Marine Pollution Bulletin berjudul “High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia”.
Hasil riset Dr. Wulan Koagouw (BRIN, UoB), Prof. Zainal Arifin (BRIN), Dr. George Olivier (UoB), dan Dr. Corina Ciocan (UoB) ini menginvestigasi beberapa kontaminan air dari empat lokasi di Teluk Jakarta yaitu: Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing; serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah yakni Pantai Eretan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia. Selain itu, Parasetamol terdeteksi di dua situs, yakni muara sungai Angke (610 ng/L) dan muara sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L), keduanya di Teluk Jakarta.
"Konsentrasi Parasetamol yang cukup tinggi, meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta," kata Zainal Arifin, sebagai salah satu anggota tim peneliti dari BRIN, Senin, 4 Oktober 2021.
Parasetamol merupakan salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi yang sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara bebas tanpa resep dokter. Parasetamol sering digunakan sebagai penghilang rasa sakit, seperti sakit kepala, sakit punggung, nyeri haid, sakit gigi, badan ngilu, nyeri otot, dan sakit setelah operasi.
"Hasil penelitian awal yang kami lakukan ingin mengetahui apakah ada sisa parasetamol yang terbuang ke sistem perairan laut," paparnya.