Anies Bicara Ketimpangan Hak Dasar Dapatkan Air Bersih
- VIVA/Andrew Tito
VIVA – Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan terus memastikan kebijakan dan ketersediaan air bersih di Ibu Kota.
"Kita tahu air bersih ini merupakan hak dasar warga dan sesungguhnya sebuah kota itu muncul, sebuah komunitas itu muncul, mulainya dari ketersediaan air. Hampir selalu desa itu tumbuh karena ada sumber air," kata Anies di Jakarta, Rabu, 1 September 2021.
"Desa berkembang menjadi kota karena sumber airnya yang mencukupi. Tanpa ada sungai atau mata air, maka tempat itu jarang sekali bisa menjadi sebuah perkotaan, apalagi di area yang seringkali surut, karena air jadi mendasar. Karena itulah ketersediaan air menjadi penting," ujarnya.
Kata dia, bahwa Jakarta adalah satu-satunya kota di pulau Jawa, mungkin di Indonesia yang dilewati 13 sungai. Karena itulah penting bagi semua untuk secara serius memikirkan hak dasar warga.
"Pesan saya pada PAM dan SDA untuk urusan air, urusan hal-hal yang mendasar ini itu diperlukan kemauan, kemampuan untuk memberikan pelayanan yang lengkap, bicara air, bicara manfaat, bukan bicara keuntungan finansial komersial," katanya.
Karena, lanjut dia, ini adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat dan tanggung jawab dalam menyediakan layanan air bersih. Ini adalah amanat konstitusional, negara menjamin hak rakyat yang atas air ini guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari untuk kebutuhan sehat, untuk bisa bersih, cukup, kualitasnya harus baik, harus aman dan terjangkau, serta terjaga.
"Itu kira-kira Pasal 6 undang-undang SDA Nomor 17 tahun 2019. Jadi ini sejalan, kita baru saja melewati bulan kemerdekaan. Kita ingat republik ini didirikan bukan sekadar untuk menggulung kolonialisme. Tapi untuk menggelar keadilan sosial bagi seluruh rakyat, dan air bersih adalah salah satu indikator dasar terjadinya keadilan sosial," ujarnya.
Anies menyebutkan, bahwa ada ketimpangan yang besar. Memang, masih ada saudara yang ekonominya lemah justru harus mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan hak dasarnya air.
"Jadi, kebutuhan air sama bagi mereka yang secara status sosial ekonomi tinggi, itu biaya perolehan airnya lebih murah dibandingkan rakyat yang sosial ekonominya lemah. Tapi justru biaya yang dikeluarkan terhadap air itu sering tinggi," katanya.
Contohnya, sebelum ada subsidi, keluarga yang sederhana di Pulau Seribu harus mengeluarkan rp32.000 per meter kubik.
"Alhamdulillah, dengan adanya subsidi, sekarang menjadi Rp3.500 per meter kubik. turunnya hampir 90 persen. jadi membayar hanya kurang lebih 10%. Bahkan nilai ini pun menjadi sesuatu yang terjangkau," katanya.
Begitu juga dengan warga Jakarta yang di daratan, ketika membeli air penjual gerobak ini mereka membayar sekitar Rp70.000 per meter kubik. Bahkan, untuk satu bulan itu mereka keluarkan Rp600.000 per bulan untuk konsumsi air bersih.
"Sementara di sisi lain, mereka yang punya akses pada air PAM bisa jadi hanya sekitar Rp120.000 per bulan. Sekarang, dengan adanya kios air PAM, warga yang dulunya harus mengeluarkan uang Rp600-an 700 ribu perbulan sekarang cukup dengan rp125.000 per bulan karena harga per meter kubiknya hanya Rp3.550," katanya.
Untuk itu, DKI Jakarta berkomitmen secara bertahap dan terus-menerus meningkatkan pelayanan, memastikan bahwa yang paling kesulitan mendapatkan air bersih, yaitu dua tempat, satu kepulauan seribu, dua daerah yang belum ada jaringan perpipaan.
"Di dua tempat itu kami hadir memberikan layanan air bersih bersubsidi dan memastikan bahwa ada kios air PAM yang membuat mereka bisa mendapatkan air bersih dengan harga yang terjangkau," katanya.