Perempuan Penggugat Mayoritas Perceraian di Jaksel
- VIVA/Vicky Fajri
VIVA – Berdasarkan data dari Januari hingga Juli 2021 dilaporkan bahwa Pengadilan Agama Jakarta Selatan (Jaksel) menerima pengajuan kasus gugatan perceraian sebanyak 2618 kasus. Adapun rinciannya, pihak perempuan yang mendominasi paling banyak mengajukan yakni sebanyak 1873. Sedangkan untuk penggugat laki-laki 745.
Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan Taslimah merinci bahwa bulan per bulannya yang diketahui dari bulan Januari untuk kasus perceraian yang diterimanya lebih banyak diajukan pihak perempuan daripada pihak laki-laki.
"Ini per bulan ya, untuk kasus perceraian Januari 2021 diajukan pihak laki-laki cerai atau talak yang masuk diterima 264. Untuk yang diajukan pihak perempuan 367 perkara," ucap Taslimah kepada wartawan pada Senin, 16 Agustus 2021
Taslimah melanjutkan, dari bulan Februari hingga Juni 2021, trennya masih sama yakni pihak perempuan yang mendominasi untuk mengajukan perceraian.
"Februari 102 diajukan pihak laki-laki, 261 pihak perempuan. Maret 123 perkara sedangkan cerai gugat 357. April 73 (laki-laki) perempuan (243) kasus cerai gugat. Mei 55 kasus (laki-laki), 202 (cerai gugat. Juni 96 (cerai talak), 337 (cerai gugat)," lanjutnya.
Hingga memasuki bulan Juli 2021 diketahui mulai diberlakukannya PPKM, Taslimah menyebut untuk angka perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan menurun. Meski begitu tetap didominasi oleh pihak perempuan yang mengajukan gugatan perceraian.
"Bulan Juli 32 karena PPKM. Itu laki laki. Kalau cerai gugat 106," terangnya.
Sementara itu dia melanjutkan bahwa untuk angka kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Kalau mengenai meningkatnya perceraian di masa pandemi ini tidak semuanya benar karena dari sudut perkara yang masuk ke Pengadilan Jakarta Selatan itu dibandingkan dengan sebelum pandemi mengalami penurunan, dalam arti tidak drastis," ucap Taslimah.
Taslimah menyebut meski tidak menurun drastis namun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum adanya pandemi COVID-19 maka memang ada penurunan.
"Tetapi kalau dibandingkan dengan sebelum adanya pandemi, penanganan perkara yang diselesaikan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dibandingkan sebelum masa pandemi itu terjadi penurunan perkara," kata dia.
Adapun persentasenya dikatakan Taslimah bahwa pertengkaran dan perselisihan memiliki persentase hingga 53 persen sebagai pemicu terjadinya perceraian.
Sebelum COVID-19 melanda, tingkat perceraian masih banyak terjadi yang di mana salah satunya adalah faktor ekonomi.
"Kalau dari sebelum pandemi kasus perceraian pun banyak, selain perekonomian dan berbagai macam hal," ungkapnya.
"Dibandingkan waktu saat pandemi perkaranya tidak sebanyak sebelum masa pandemi dan mengenai kasus keseluruhan yang masuk untuk tahun 2021 jadi jauh lebih sedikit," ujar dia lagi.