6 Tahun Mangkrak, Polda Metro Didesak Tuntaskan Kasus Payment Gateway
- vivanews/Andry
VIVA – Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) mendesak Polda Metro Jaya transparan mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam implementasi pelaksanaan payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), yang menjerat Denny Indrayana sebagai tersangka. Sudah enam tahun kasus diusut Bareskrim sejak 2015 hingga 2020, lalu dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, hingga kini perkaranya mangkrak.
"Artinya jika memang ada kasus yang sudah enam tahun tidak ada penyelesaian, artinya saya kira menjadi tugas Polda Metro Jaya untuk memberikan kepastian hukum," kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan saat dihubungi, Senin, 7 Juni 2021.
Edi menilai masyarakat dan tersangka Denny juga membutuhkan kepastian hukum mengenai duduk perkara yang disebut-sebut telah merugikan negara Rp 32,4 miliar itu. Polri dalam hal ini Polda Metro Jaya harus memberikan jawaban dan memastikan tegaknya hukum tanpa pandang bulu.
"Kami minta ke Polda biar ada kepastian hukum, tentunya penyelesaian, jangan sampai menggantung," kata dia.
Edi juga menilai dugaan korupsi pada proyek pengadaan layanan jasa elektronik penerbitan paspor itu pasti melibatkan banyak pihak. Karena itu, menurut dia, pengembangan bisa dilakukan lewat tersangka dalam kasus ini.
"Saya kira logikanya tidak mungkin dilakukan oleh sendiri yang bersangkutan. Pasti mungkin ada persetujuan dari pada menteri. Saya kira tugas Polri untuk melakukan pendalaman, untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kasusnya," kata Edi.
Edi juga mengingatkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki program Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan). Edi mengharapkan Polda Metro Jaya tidak hanya menganggap program itu sebagai slogan belaka.
"Polda Metro Jaya yang sudah diberikan tanggung jawab dalam kasus, dia harus melakukan merespons cepat. Makanya tadi saya sampaikan kalau memang ada ditemukan kendala, kemudian dalam pembuktian, saya kira bisa dihentikan. Tetapi kalau misalnya juga cukup bukti dan yang bersangkutan ada tersangka saya kira layak untuk diteruskan," tegas Edi.
Seperti diketahui, Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam implementasi pelaksanaan payment gateway di Kemenhumkan. Penetapan tersangka ini berdasarkan laporan polisi bernomor LP/166/2015/Bareskrim pada 2015.
Program yang menjadi bancakan dugaan korupsi itu diluncurkan pada Juli 2014 saat Denny menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM. Kementerian Keuangan menyebut program tersebut tidak mengantongi izin. Program itu diklaim oleh Polri juga telah merugikan negara Rp 32,4 miliar mengacu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selain itu, Denny Indrayana juga diduga menyalahgunakan jabatannya sebagai Wamenkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik. Dia juga diduga berperan menginstruksikan penunjukan dan fasilitasi vendor payment gateway, yaitu PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Pinnet Indonesia. Uang disetorkan di dua perusahaan itu, baru diteruskan ke bendahara negara.
Denny Indrayana dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 199 jo pasal 421 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Berkas 7 Tersangka Kasus Korupsi Bupati Nganjuk Dilimpahkan ke Jaksa