Pasar Muamalah Transaksi via Dinar, Pedagang Bantah Anut Khilafah
- VIVA/ Zahrul Darmawan.
VIVA – Anto salah satu pedagang pasar Muamalah menegaskan tidak ada kaitannya antara konsep transaksi menggunakan dinar dan dirham dengan ideologi khilafah seperti yang dituduhkan di media sosial.
“Enggak ada hubungannya karena ini kan barter. Barter kan berlaku umum. Di kalangan masyarakat Baduy itu pun masih berlaku barter. Di Jawa Tengah ada yang pake bambu,” kata Anto di kawasan Beji, Depok, Jawa Barat pada Jumat 29 Januari 2021
Terkait hal itu, ia pun berharap media bisa meluruskan informasi tersebut.
“Tinggal teman-teman saja menjelaskan, ini enggak ada hubungannya dengan sistem negara,” katanya.
Anto mengakui, tudingan itu telah menyudutkan dirinya dan para pelaku usaha yang ada di kawasan pasar Muamalah.
Ia mengatakan, transaksi menggunakan dinar dan dirham tidak wajib. Pedagang dan pembeli masih banyak yang menggunakan mata uang Rupiah.
Bahkan kata dia, sistem niaga di sana bisa menggunakan sistem barter atau saling tukar barang sesuai nilai transaksi yang diperdagangkan.
“Itu (dinar dirham) kalau yang bisa aja, yang bisa ya bisa. Yang enggak bisa, bisa barter barang.” imbuhnya
Kegiatan jual beli di pasar Muamalah tersebut biasanya berlangsung setiap hari Minggu dan berupa bazar, bukan pasar pada umumnya.
Namun bedanya, para pedagang yang terlibat tidak dikenakan biaya sewa lapak. Hal ini disebut mengikuti zaman Rasulullah.
“Syarat enggak ada. Di sini kan bebas, bebas sewa, enggak dipungut biaya. Dari kalangan mana saja mereka boleh dagang,” ujarnya.
Anto mengatakan, pedagang yang hadir tidak hanya dari Depok namun juga ada yang sengaja datang dari Jakarta dan kota daerah penyangga lainnya.
“Konsepnya kebebasan saja. Pakai apa saja," kata dia lagi.