Harga Daging Sapi Naik, Pedagang di Pasar Senen Mogok

Lapak pedagang daging sapi di Pasar Senen, Jakarta, kosong.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Willibrodus.

VIVA - Sejumlah pedagang daging sapi di Pasar Senen mogok atau berhenti berjualan. Aksi mogok ini dilakukan lantaran harga daging yang melonjak naik.

Liburan Nataru, Ratusan Ribu Tiket Kereta Jarak Jauh dari Stasiun Gambir Ludes Terjual

Koordinator Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Dadang Sutanto mengatakan aksi mogok ini dilakukan berdasarkan hasil rapat yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada Minggu, 17 Januari 2021. Berdasarkan hasil rapat tersebut, APDI mengimbau agar para pedagang tidak melakukan aktivitas perdagangan daging.

"Kami imbau, agar pemotongan sapi hidup dari rumah potongan hewan, maupun daging beku dari distributor di setiap pasar-pasar se-Jabodetabek. Aksi mogok ini berlangsung mulai Selasa, 19 Januari hingga Kamis, 24 Januari 2021," kata Dadang, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 20 Januari 2021.

Apa Itu Thrifting dan Mengapa Ini Menjadi Tren di Kalangan Anak Muda?

Baca juga: Soal Mogok Pedagang Daging Sapi di Jakarta, Ini Respons Wagub DKI

Di Pasar Senen, sejak pagi tadi, tampak tidak ada aktivitas penjualan daging sapi hingga sore hari ini. Hampir semua lapak daging di pasar ini kosong.

7 Tempat Thrifting di Jakarta: Tren Fashion yang Ramah di Kantong untuk Gen Z

Seluruh pedagang daging di sana bersama-sama mogok jualan sebagai bentuk protes atas melonjaknya harga daging sapi yang mencapai Rp130.000 per kilogram.

"Sudah dari pagi enggak ada yang jualan. Kami mogok karena harga daging yang naik terlalu tinggi. Sebelumnya per kilogram Rp110.000 dan naik menjadi Rp130.000," kata Ahmad, seorang pedagang daging di Pasar Senen, Rabu sore.

Diketahui, lanjut Ahmad, lonjakan harga daging ini terjadi secara perlahan dalam dua pekan terakhir ini. Peningkatan harga ini membuat sejumlah pedagang daging di Pasar Senen merasa rugi.

"Biasanya saya jualan sehari itu bisa sampai 100 kilogram, tapi sejak naik menjadi Rp130.000, kami hanya bisa menjual 50 sampai 60 kilogram tiap hari. Jadi dalam sehari, saya bisa rugi sampai Rp1 juta," lanjutnya.

Menurutnya, apabila dipaksakan untuk terus berjualan, ia bisa rugi lebih banyak lagi. Sebab, hasil penjualan tersebut tidak bisa menutupi ongkos produksi dan gaji karyawan.

"Saya kan punya karyawan yang kerja ada dua orang. Kalau terus dipaksain jualan, saya bisa rugi lebih besar lagi. Kalau lima hari udah Rp5 juta. Mending istirahat dulu," kata Ahmad.

Aksi mogok ini, tambah Ahmad, diharapkan mendapat perhatian dari pemerintah agar dicarikan solusi terbaik. "Diharapkan pemerintah mengerti lah dengan kondisi begini. Coba cari solusinya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya