Pemda DKI Diminta Atur Indikator PSBB dalam Raperda COVID-19

Masyarakat Jakarta di tengah wabah virus corona. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencantumkan indikator Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penanggulangan COVID-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD dari Fraksi PSI Anthony Winza Probowo menyebutkan, indikator pemberlakuan PSBB dan PSBB transisi berdasarkan sejumlah hal.

Misalnya, menurut dia, berdasar kapasitas sistem kesehatan daerah, persentase keterpakaian tempat tidur dan ruang intensif (BOR), lama waktu tunggu swab test, dan positivity rate.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Anthony menilai, selama ini pemberlakuan status PSBB dilakukan sepihak oleh Pemprov DKI Jakarta dengan mendadak tanpa konsultasi dengan DPRD.

“Tanpa indikator yang jelas di level Perda, nanti yang terjadi adalah rem darurat lagi, hal ini membuat banyak pihak dirugikan terutama masyarakat pekerja, pelaku bisnis dan UMKM,” kata Anthony kepada awak media, Minggu, 11 Agustus 2020.

Prabowo jadi Presiden, Ridwan Kamil Sebut Sinergi Pusat dan Daerah Nantinya Lebih Mudah

Baca juga: Berakhir 11 Oktober 2020, Anies Perpanjang Lagi PSBB Jakarta?

Dia menuturkan, indikator pemberlakuan yang jelas akan membantu memberi ‘aba-aba’ sehingga masyarakat dapat turut mengawasi penanganan COVID-19 di Jakarta.

“Masyarakat jangan hanya dilihat sebagai objek tapi juga harus diberikan akses informasi dalam upaya pengendalian COVID-19 ini,“ ujar Anthony.

Anthony menambahkan, pada draf Perda, banyak yang harusnya masuk ke pasal terkait tanggung jawab, tetapi justru dimasukkan ke dalam pasal bagian kewenangan.

Misalnya, lanjut dia, mengenai pemberian insentif kepada tenaga medis dan tenaga pendukung yang hanya berupa wewenang Pemprov DKI.

Sementara itu, kata Anthony, untuk memastikan insentif tersebut dibayarkan dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, seharusnya diatur sebagai tanggung jawab bukan hanya dalam bentuk kewenangan.

“Jika hanya berupa wewenang, maka secara hukum Pemprov DKI berhak untuk tidak melaksanakan wewenang tersebut. Karena itu seharusnya ditulis bahwa insentif ini merupakan tanggung jawab Pemprov sehingga tidak lempar-lemparan tanggung jawab di kemudian hari,” ujarnya.

Perda Penanggulangan COVID ditargetkan selesai pada 13 Oktober mendatang. Namun beleid ini masih pada tahapan pembahasan pasal per pasal di Bapemperda.

Menurut Anthony, mengingat pentingnya perda ini, harus diperhatikan setiap penggunaan istilah hukum pada pasal tersebut.

“Kami mendorong agar setiap pasal dibahas secara hati-hati dan seksama. Jangan sembrono dan terburu-buru hanya karena kita sudah menetapkan jadwal,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya