Jurnalis CNN Indonesia Dianiaya Aparat Saat Liput Demo Simpang Harmoni
- VIVA/Willibrodus
VIVA – Sejumlah elemen mahasiswa dan buruh menggelar aksi unjuk rasa terkait penolakan atas disahkannya Omnibus Law atau UU Cipta Kerja di Jakarta pada Kamis, 8 Oktober 2020. Aksi pun berakhir ricuh dan bentrokan terjadi antara pendemo dengan aparat Kepolisian.
Bahkan perusakan dan pembakaran terhadap sejumlah fasilitas umum akhirnya terjadi. Akibat bentrok aparat dengan demonstran, dilaporkan jurnalis diduga menjadi korban kekerasan oleh aparat keamanan.
Salah satunya Thohirin, yang merupakan wartawan dari CNN Indonesia.com. Thohirin diintimidasi aparat saat meliput aksi di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat pada Kamis malam. Ia mengaku dianiaya polisi, dipukul pakai tangan sekitar satu sampai tiga kali pukulan.
“HP saya dirampas, dibuka, diperiksa galeri kemudian dibanting. ID Pers saya juga diambil, lalu dibuang,” kata Thohirin melalui keterangan tertulis pada Jumat, 9 Oktober 2020.
Baca juga: Prabowo Dapat Visa Amerika Serikat, Gerindra Lega dan Gembira
Ia menjelaskan kronologi kejadian sekira pukul 20.47 WIB saat aparat mulai memukul mundur para demonstran. Berkali-kali, aparat menembakkan gas air mata supaya massa pada bubar. Polisi terus maju memukul mundur massa lalu Thohirin ikut di belakang barikade polisi.
“Tidak ada teman wartawan bersama saya ketika itu. Saya merasa aman karena saya berada di belakang polisi,” ujarnya.
Beberapa saat kemudian, Thohirin melihat aparat menangkap 3 sampai 5 aksi massa yang ricuh dipukuli hingga pingsan. Tiba-tiba polisi menghampirinya sambil menanyakan apakah merekam video atau gambar tersebut.
“Saya bilang tidak. Tapi mereka tidak percaya kemudian memaksa saya mengeluarkan HP dan meminta dibukakan galeri. Saya buka dan di situ ada banyak foto aksi yang saya ambil,” jelas dia.
Namun Thohirin mengambil gambar aparat polisi saat membubarkan massa. Selebihnya, tidak ada lagi termasuk kekerasan yang dilakukan aparat Jepolisian. Tampaknya menurut dia aparat polisi merasa jengkel lantaran mereka melihat ada gambar sedang memiting peserta aksi yang ditangkap.
“Melihat gambar itu mereka marah, menuduh saya seenaknya bekerja sebagai wartawan. Padahal tidak ada yang salah dari kerja saya. Setelah itu, HP saya diambil, saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul. Untung saya pakai helm,” katanya.
Setelah itu, kata dia, salah satu aparatmengancam akan membanting alat komunikasi miliknya. Tapi, Thohirin sempat melarang karena ponsel itu untuk alat bekerja menulis berita. Namun mereka tetap saja membanting HP milik Thohirin.
“Saya pasrah, tidak sempat berpikir apa-apa lagi. HP saya tinggal, tidak kepikiran menjadikan itu barang bukti. Lagi pula kalau saya ambil itu HP, saya bisa jadi akan lebih menerima intimidasi. Setelah menerima intimidasi itu, saya langsung pergi cari teman wartawan untuk mengabari kejadian yang menimpa saya ke kantor,” ujarnya. (ren)