Bima Arya: PSBB Total Tidak Tepat, Bogor Pilih PSBMK
- VIVA/Muhammad AR
VIVA – Wali Kota Bogor, Bima Arya, menilai langkah Kota Bogor untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti DKI Jakarta tidak tepat. Menurutnya, Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) lebih menyelamatkan ekonomi serta menekan COVID-19.
“Hasil riset yang disampaikan tadi menguatkan landasan Pemerintah Kota Bogor untuk menerapkan secara maksimal PSBMK dan tidak memilih PSBB. PSBB tidak tepat,” kata Bima Arya usai mengikuti pemaparan hasil riset bertajuk 'Survei Persepsi Risiko COVID-19' yang disampaikan Associate Professor Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, secara virtual dari Balai Kota Bogor, Jumat 11 September 2020.
Riset ini dilakukan oleh lembaga LaporCOVID-19 dan Gugus Tugas COVID-19 Kota Bogor dengan melibatkan 20 ribu responden Kota Bogor. Pemaparan hasil riset dijelaskan oleh Kolaborator Saintis LaporCOVID-19, Sulfikar Amir, yang menjabat associate professor, Nanyang Technological University.
Baca juga: Dahlan Iskan Tergiur Positif COVID-19 seperti Dialami Machfud Arifin
Riset yang dilakukan 15 Agustus hingga 1 September 2020 itu, menurut Bima Arya, menyadarkan jajaran Pemerintah Kota Bogor akan kelemahan dalam memberikan sosialisasi. Untuk itu, ke depannya, Pemkot Bogor akan lebih memperkuat edukasi secara maksimal dengan melibatkan dokter dan tokoh agama, sehingga diharapkan warga Kota Bogor lebih sadar dan paham bahwa COVID-19 itu berbahaya serta nyata.
"Selain itu, pemkot akan memperkuat protokol kesehatan yang kolaboratif dengan semua pihak," katanya.
Hal tersebut tidak terlepas dari hasil riset yang dipaparkan bahwa sebagian besar warga Kota Bogor belum teredukasi dengan baik, dan 90 persen warga terpapar secara ekonomi. Atas dasar tersebut, Bima beralasan memilih memaksimalkan penerapan PSBMK.
Program Jaga Asa
Hasil riset juga menunjukkan bahwa Kota Bogor memiliki modalitas sosial yang luar biasa berupa solidaritas yang kuat antarsesama warga. Untuk itu, program Jaga Asa (Jaringan Keluarga Asuh Kota) akan digencarkan kembali, di mana keluarga yang mampu secara ekonomi bisa membantu keluarga yang membutuhkan.
"Warganya terpapar secara ekonomi 90 persen. Jadi bisa dibayangkan ketika tidak teredukasi, tidak paham dan terpapar secara ekonomi, kemudian kita terapkan PSBB secara ketat tanpa dibantu secara ekonomi, maka tidak mungkin. Selain itu, penerapan PSBB membutuhkan jumlah personel yang cukup untuk mengamankan, butuh anggaran bantuan sosial yang cukup," tuturnya.
Berdasarkan hasil riset, kata Bima, sebanyak 50 persen responden bingung apakah COVID-19 buatan manusia atau bukan. Bahkan, yang percaya COVID-19 buatan manusia ada sebanyak 14 persen.
Rencananya, PSBMK secara lebih maksimal akan diumumkan Pemkot Bogor pada Senin 14 September 2020. "Dan lebih dari 50 persen mungkin masih tidak percaya bahwa COVID-19 itu berbahaya," ucapnya.
Bima mengatakan, kesimpulan riset menjadi dasar langkah kebijakan Pemkot Bogor untuk melanjutkan PSBMK. Kebijakan ini juga disarankan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Meskipun berbeda dengan kebijakan Jakarta.
"Melanjutkan PSBMK. Jadi dari gubernur Jabar menyarankan melanjutkan PSBMK karena ada data-data menunjukkan kita agak berhasil mengelola itu dari zona merah kembali ke oranye. Jadi rekomendasi pak gubernur melanjutkan PSBMK. (Walaupun berbeda dengan Jakarta). Ya walaupun berbeda dengan Jakarta," kata Bima. (art)