Ombudsman Kritisi Kebijakan DKI soal Ganjil Genap di Masa Pandemi

Ilustrasi petugas lakukan pemantauan ganjil genap.
Sumber :
  • Adinda Purnama

VIVA – Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, mempertanyakan kebijakan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang memberlakukan sistem ganjil genap di masa pandemi COVID-19. Menurut Teguh, kebijakan tersebut terkesan terburu-buru.

“Pemberlakuan ganjil genap di tengah kenaikan angka COVID-19 yang terus naik di Jakarta merupakan keputusan yang tergesa-gesa dan tidak memiliki perspektif yang utuh tentang kebencanaan,” kata Teguh kepada awak media, Senin, 3 Agustus 2020.

Teguh menjelaskan, penyelesaian kemacetan di Jakarta selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi I dan II harus diatasi dari akar masalahnya. Dalam masalah ini, Ombudsman Jakarta Raya menengarai tingginya angka pengendara dari wilayah penyangga Jakarta yang menyebabkan kemacetan di jam-jam sibuk, dan penumpukan penumpang di transportasi publik khususnya commuter line.

"Hal ini disebabkan oleh ketidakpatuhan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD juga perusahaan swasta dalam membatasi jumlah pegawainya yang harus masuk bekerja," ujar Teguh.

Hari Ini Pengguna Mobil di Jakarta Gak Bisa Jalan Sembarangan, Kenapa?

Baca juga: Daya Saing Digital Indonesia Tertinggal Jauh dari Negara ASEAN

Teguh juga menyebut, masalah utama soal kepadatan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya adalah tingginya jumlah pengendara yang berangkat dan pulang dari tempat kerja.

Diperkirakan dengan total penggabungan angka pelaju pengguna commuter line, kendaraan pribadi roda empat dan roda dua, jumlah warga yang berangkat dan pulang dari tempat kerjanya, di atas angka 75 persen.

“Jadi, yang harus dibatasi adalah jumlah pelaju yang berangkat dan pulang kerja ke Jakarta. Itu hanya mungkin dilakukan jika pemprov secara tegas membatasi jumlah pegawai dari instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta yang bekerja di Jakarta,” ujarnya.

Karena itu, Teguh menegaskan, memberlakukan sistem ganjil genap tanpa didahului melakukan pengawasan dan penindakan terhadap instansi, lembaga dan perusahaan yang melanggar, hanya akan mengalihkan para pelaju dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik. (art)