Polisi Sebut Pengadang Ambulans di Depok Bisa Dijerat Pidana

Pengendara motor adang mobil ambulans
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan (Depok)

VIVA – Belum lama ini publik dibuat heboh dengan aksi oknum petugas Dinas Perhubungan (Dishub) yang cekcok dengan relawan serta mengadang mobil ambulans berisi pasien di Depok, Jawa Barat. Aksi pria yang diketahui berinisial HG itu pun hingga kini menjadi sorotan lantaran viral di media sosial.

Viral! Rombongan Presiden Prabowo Kasih Jalan Ambulans, Jadi Contoh Kesadaran Aturan Prioritas

Lalu seperti apa aturan hukum terkait hal itu, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Depok, Komisaris Polisi Erwin Aras Genda menuturkan, jika merujuk pada undang-undang nomor 22 tahun 2009, di mana pasal 134 menjelaskan, bahwa ada tujuh kendaraan yang berhak mendapatkan prioritas utama dalam berkendara, salah satunya ambulans.

“Sesuai pasal 135 yang berhak untuk melakukan pengawalan terhadap kendaraan yang mendapatkan hak prioritas utama di jalan raya salah satunya ambulans, adalah anggota Polri, baik dengan sirine dan rotator,” katanya, Selasa 14 Juli 2020.

Hormat! Iring-iringan Presiden Prabowo Kasih Jalan Ambulans, Maung Garuda Menepi

Baca juga: Kadishub Depok Investigasi Kelakuan Anak Buahnya yang Adang Ambulans

Selain dari itu (anggota Polri), seperti relawan, maka hal tersebut berpotensi menyalahi aturan.

Ambualns Tertemper Kereta Api di Perlintasan Tanpa Palang Pintu di Kediri, Sopir Tewas di Tempat

“Sebab iringan pengawalan pasti identik dengan menerobos traffic light. Sedangkan yang punya kewenangan itu adalah Polri, sebagaimana diatur dalam diskresi kepolisian pasal 18 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 2002, dimana Polri bisa mengabaikan aturan yang ada, demi kepentingan yang lebih besar,” ujarnya

Erwin menegaskan, tentunya diskresi yang dilakukan oleh Polri adalah terukur dengan mengedepankan kode etik Polri. Oleh karena itu, sebagaimana yang marak saat ini, yaitu pengawalan oleh relawan atau komunitas dengan alasan kemanusiaan, hal itu justru berpotensi menimbulkan pelanggaran.

“Itu (relawan) sah-sah saja, namun jika terjadi lakalantas di sini lah masalah akan mulai muncul, sebagaimana diketahui bersama bahwa laka lantas itu berawal dari pelanggaran, maka yang bersangkutan tidak dilindungi undang-undang apabila hal tersebut terjadi kepada relawan yang melakukan pengawalan selain anggota Polri,” ucapnya.

Terkait hal tersebut, Erwin pun mengimbau agar masyarakat yang masih sering konvoi mengawal ambulans, sebaiknya lebih dulu berkoordinasi dengan pihak kepolisian.

“Nantinya biar Polri yang berada di depan untuk mengawal rombongan, sebagaimana diatur pasal 134 dan 135 ayat 1,” jelasnya

Erwin juga mengatakan, ketika pengawalan konvoi itu dilakukan oleh anggota Polri, maka rombongan tersebut secara otomatis akan dilindungi oleh undang-undang, khususnya pada saat menerobos traffic light maupun ada pelanggaran marka dan lain-lain.

“Kalau kita melihat kejadian kemarin, yang mengawal kan orang sipil dan tidak diatur undang-undang dan tidak dilindungi undang-undang. Jadi, apabila terjadi kecelakaan maka membahayakan yang bersangkutan, misalnya karena menerobos traffic light,” ujarnya.

Hal itu, lanjut Erwin, berpotensi melanggar undang-undang nomor 22 tahun 2009 pasal 287 ayat 1 dan 2 dengan ancaman kurungan 2 bulan atau denda Rp 250 ribu.

“Ayat 2 menekankan, misalnya yang bersangkutan menerobos traffic light, maka hukumannya sama,” katanya.

Sedangkan untuk seseorang yang tidak berwenang namun terbukti melakukan pengadangan atau mencegat laju ambulans berisi pasien atau sedang membawa jenazah, maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan pasal 287 ayat 4, yakni dapat dipidana kurungan 1 bulan atau denda Rp250 ribu.

“Dalam pasal 134 sangat jelas, kendaraan ambulans yang mengangkut pasien atau kendaraan mengangkut korban laka lantas harus diberikan prioritas utama di jalan raya,” ucapnya.

Berkaca dari kasus yang sempat viral tersebut, Erwin pun mengimbau agar masyarakat bisa memahami tugas pokok dan fungsi aparat. Ia menjamin, pengawalan yang diberikan oleh Polri tidak dipungut biaya.

“Sebagaimana tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Polri, khususnya Polantas (polisi lalu lintas) di pasal 12 UU nomor 22 tahun 2009, dimana di poin e adalah adanya pengaturan penjagaan pengawalan dan patroli. Di situ jelas pengawalan,” ujarnya.

Erwin menambahkan, pengawalan adalah salah satu kegiatan preventif yang diberikan Polri ke masyarakat dalam rangka pengamanan orang dan barang dalam rangka perpindahan dr satu tempat ke tempat lain.

“Siapapun masyarakat berhak mendapatkan pengawalan, selama ada permintaan resmi lisan dan tulisan kepada Polri pasti akan dilayani,” lanjut dia.

  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya