Penumpang KRL Bogor, Depok dan Bekasi Harus Bawa Surat Keterangan
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Lima kepala daerah penyangga Ibu Kota Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Bodebek) mengusulkan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk penghentian operasional kereta api listrik (KRL) atau Commuterline Jabodebek, setelah ditemukan tiga penumpang KRL positif Covid-19,
Kepala daerah juga menyepakati pengetatan pergerakan orang di wilayah masing-masing selama masa Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB). Khusunya di setiap stasiun KRL yang melintasi tiga wilayah tersebut.
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan berdasarkan hasil kajian bahwa mayoritas mereka yang terpapar Covid-19 punya interaksi dengan Jakarta dan 30 persennya menggunakan transportasi publik KRL. Sehingga, pihaknya mengusulkan dua opsi ke Kementerian Perhubungan terkait pengetatan KRL.
"Pertama, kita minta operasional KRL dihentikan, dan kedua kita minta diperketat penumpangnya," kata Bima Arya dalam perbincangan dengan tvOne, Senin, 11 Mei 2020.
Menurut Bima, opsi menghentikan operasional KRL bukan kewenangan daerah, tapi kewenangan pemerintah pusat. Tapi mengatur atau mengetatkan pergerakan orang masuk atau keluar suatu daerah terkait pandemi Covid-19 ini merupakan kewenangan daerah masing-masing.
Untuk itu, forum kepala daerah Bodebek menyepakati pengetatan pergerakan penumpang KRL yang akan naik maupun turun di suatu daerah. Sesuai ketentuan PSBB, hanya 8 sektor pegawai yang dikecualikan tetap pergi untuk bekerja, antara lain sektor kesehatan, pangan, logistik, keuangan dan perbankan, energi, dan komunikasi.
"Boleh (naik KRL) asal 8 sektor yang dikecualikan. Pokoknya harus ada surat keterangan lah, dia bekerja dimana, ini untuk mencegah orang juga ke Jakarta," ujarnya.
Meskipun saat ini jumlah penumpang KRL sudah menurun 60 persen, Bima menilai masih ada orang-orang yang tidak memiliki tujuan jelas atau tetap bekerja tapi diluar 8 sektor yang dikecualikan PSBB, yang masih menggunakan KRL.
"Sasaran kita adalah orang yang tidak jelas tujuannya untuk mengurangi kepadatan di stasiun. Kalau penumpang KRL sekarang sudah drop, tinggal 40 persen (bekerja di 8 sektor yang dikecualikan), tapi ada sekitar 5-6 persennya yang bekerja di sektor yang tidak dikecualikan (masih naik KRL)," paparnya.
Bima menambahkan kendatipun kurva soal pasien corona di Jabodetabek relatif landai tapi belum stabil sehingga belum bisa dipastikan kapal corona berakhir. "Jakarta kemarin turun sekarang naik lagi, jadi belum stabil, karena masih banyak yang melanggar PSBB terutama di tempat kerumunan, kalau diperpanjang ini bukan dilonggarkan tapi diperketat," imbuhnya.