Monas dan Polemik Proyek Revitalisasi
- bbc
Revitalisasi Monas dari masa ke masa, menurut Rizal, menunjukkan bahwa visi Sukarno tersebut kurang dipahami oleh pemerintahan setelahnya, baik di tingkat pusat maupun provinsi.
"Dari zaman Bang Ali Sadikin, dan zaman-zaman setelahnya, sampai Anies Baswedan, itu contoh bagaimana (pemerintah provinsi) salah paham dan salah urus, dan debat hari ini adalah contoh bagaimana mereka gagal paham, di mana kita melihat pertunjukan yang kosong," ujarnya.
Beda gubernur, beda fungsi Monas
Ali Sadikin, yang menjadi gubernur DKI Jakarta pada 1966 sampai 1977 pernah memanfaatkan kawasan lapangan Monas untuk menjadi lokasi Jakarta Fair.
Namun, menurut JJ Rizal, Bang Ali "menyadari" bahwa Monas bukanlah lokasi yang tepat untuk Jakarta Fair dan berencana memindahkannya ke wilayah seluas 41 hektar di kawasan Ancol.
"Bang Ali di tahun 1969 membuat acara Jakarta Fair, itu konsepnya menasionalisasi konsep Pasar Malam Gambir yang digelar untuk merayakan ulang tahunnya Ratu Belanda. Tapi Bang Ali menyadari dia melakukan kesalahan, itu tidak permanen," katanya.
"Lalu Bang Ali menemukan 41 hektar di kawasan Ancol. Tapi setelah Bang Ali tidak memimpin, Monas tetap menjadi tempat PRJ. Ini awal dari perubahan pemahaman Monas," ujarnya.
Di masa pemerintahan Sutiyoso, yang menjadi gubernur Jakarta dari tahun 1997 sampai 2007, kawasan Monas pun dikelilingi pagar setinggi empat meter dengan anggaran sebesar Rp9 miliar.
Ia juga membangun taman, menanam berbagai pohon, dan menempatkan kijang-kijang untuk menciptakan sebuah kawasan hijau di tengah Jakarta.