Seringnya Data Kebencanaan BPBD dan Basarnas Berbeda, Kenapa?

Tim BNPB meninjau lokasi yang terkena bencana alam di Lebak, Banten.
Sumber :
  • VIVAnews/ Yandi Delastama.

VIVA – Akurasi data dalam kebencanaan sangat penting sebagai bahan untuk menentukan strategi dalam menangani sebuah bencana. Namun kali ini, BPBD Banten memiliki data berbeda dibandingkan dengan pihak Kepolisian dan Basarnas Banten.

H-1 Pencoblosan Pilkada, 794 Rumah di Medan Terendam Banjir

Seperti data korban jiwa dan hilang, pelaksana tugas (PLt) BPBD Banten menyatakan bahwa korban meninggal 10 jiwa. Namun data yang dikirimkan ternyata tercatat delapan korban jiwa dan satu korban hilang.

Sedangkan menurut Basarnas dan pihak Kepolisian, korban jiwa berdasarkan jenazah yang sudah ditemukan berjumlah sembilan orang dan hilang dua orang.

5 Alasan Mengapa Minyak Goreng Tidak Boleh Dekat dengan Kompor

Perbedaan data ini lantaran tidak adanya crisis centre sebagai posko terpadu yang seharusnya dibuat oleh BPBD Banten di dekat lokasi bencana. Crisis centre di dekat lokasi bencana seperti saat tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 lalu mempercepat proses pendataan dan tanggap darurat bencana lebih terpadu.

"Sebenarnya crisis center pun kita ada, tapi tidak di lapangan (lokasi bencana), kita gunakan crisis center penghubung namanya di posko pengungsian di GSG (Gedung Serba Guna) di Lebak Gedong, namun (data) dibuatnya di sini oleh kita (BPBD). Dikirim ke kita, dibuat di sini di Pusdalops," kata Kepala BPBD Banten, Kusmayadi saat ditemui di kantornya usai menggelar rapat penanganan bencana, pada Rabu petang, 9 Januari 2020.

Pemetaan Lokasi Rawan Banjir, Pemprov Jakarta Koordinasi dengan Daerah Penyangga

Kepala Inspektorat Provinsi Banten ini pun membandingkan penanganan bencana tsunami selat Sunda dengan banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Lebak. Saat tsunami senyap menerjang pesisir Banten, pemprov diklaimnya banyak terjun ke lapangan. Namun untuk musibah di Kabupaten Lebak, dalam bahasanya, menggunakan pendekatan kedaerahan.

"Jadi kalau berbeda memang pasti berbeda penanganannya, pendekatannya. Waktu tsunami kemarin kan lebih besar lagi, yang ini kan bukan berarti tidak besar, tetapi memang kita lakukan berdasarkan pendekatan kedaerahan," terangnya. 

Saat penanganan bencana tsunami tahun 2018 lalu proses evakuasi korban dilakukan sejak pagi hingga sore hari. Lalu malamnya melakukan rapat bersama antara relawan, Pemkab Pandeglang, Pemprov Banten, kepolisian, TNI, Basarnas hingga perwakilan masyarakat untuk mendengarkan laporan dari setiap koordinator. Kemudian laporan tersebut dijadikan sebuah data dan bahan untuk penanganan bencana di hari esoknya. Begitu terus yang dilakukan selama proses tanggap bencana tsunami selesai.

Berbeda dengan penanganan bencana banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Lebak, BPBD tidak melakukan hal seperti di atas dengan berbagai hal. Bahkan rapat-rapat koordinasi pun sempat molor, menurut Kusmawijaya, lantaran Sekretaris Daerah (Sekda) Banten yang bernama Al Muktabar membatalkannya secara sepihak.

"Jadi kita rencana akan melakukan hal yang sama minggu ini, sebenarnya minggu kemarin akan dilakukan rapat. Tapi karena ada berbagai hal sehingga dibatalkan oleh Pak Sekda, sehingga minggu depan akan ada rapat dit ingkat provinsi. Kita yang provinsi ikut rapatnya di kabupaten kota," ujar dia,

Berdasarkan data BPBD Banten per tanggal 08 Januari 2020, tercatat 1.310 rumah rusak berat, 520 rusak ringan, jembatan rusak berjumlah 30 unit, dan 19 sekolah mulai tingkat PAUD hingga SMP rusak.

Kemudian data korban jiwa yang diberikan oleh BPBD Banten per tanggal 07 Januari 2020 yakni delapan warga Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong bernama Tini (40), Diva (8), Enci (30), Fahmi (3), Setiana (12), Enon (4), Arsah (50). Sedangkan satu orang warga Desa Banjar Irigasi bernama Safrudin (50). Kemudian satu orang dinyatakan bilang atas nama Rizki (7) warga Banjarsari.

Basarnas Banten sendiri secara resmi telah menghentikan pencarian korban jiwa dalam bencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak, Banten, sejak Selasa 07 Januari 2020 kemarin atau setelah satu Minggu operasi SAR dilakukan. Meski dihentikan, namun Basarnas Banten tetao melakukan pemantauan dan siaga jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

"Sudah (dihentikan). Tinggal pemantauan lanjutan saja," kata Kepala Basarnas Banten, Zaenal Arifin, melalui pesan singkatnya pada Rabu malam, 08 Januari 2020.

Basarnas Banten menyatakan hingga tujuh hari pencarian, menemukan jenazah korban bencana alam berjumlah sembilan orang, "Sesuai SOP kami di Basarnas operasi SAR berlangsung selama tujuh hari, sehingga data update terakhir adalah sembilan orang meninggal dunia dan dua dinyatakan hilang," jelasnya.

Begitupun menurut personil INAFIS Polres Lebak, hingga Rabu 08 Januari 2020, belum ada lagi temuan jenazah korban bencana banjr bandang dan longsor di enam kecamatan terdampak. “Belum ada, data korban masih sama," kata Agus Salim, dokter forensik Polres Lebak, melalui pesan singkatnya, Rabu 8 Januari 2020.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Basarnas Banten dan Polda Banten, jumlah korban jiwa berjumlah sembilan orang untuk warga Kecamatan Lebak Gedong, tujuh korban warga Desa Banjarsari, yakni Diva (8), Tini (40), Setiana (12), Fahmi (3), Encih (30), Enon (4), dan Arsah (50).

Kemudian satu warga atas nama Safrudin (50) merupakan warga Desa Banjar Irigasi masih di kecamatan yang sama. Korban tewas lainnya berdasarkan temuan mayat bernama Nana (50) warga Desa Maja, Kecamatan Maja. Sedangkan korban hilang berjumlah dua orang yakni Rizki (8) dan Muhadi (35) warga Sobang. (ren)
 

Banjir di beberapa titik Jakarta (Foto ilustrasi)

BPBD Imbau Warga DKI Jakarta yang Tinggal di Tepi Sungai Waspada Banjir

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta melaporkan adanya kenaikan ketinggian air di Pos Pantau Depok. Ketinggian air mencapai 230 cm dalam status siaga 3.

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024