Naturalisasi Sungai Ide Anies Dinilai Keliru, Ini Analisa Pakar UGM

Foto udara aliran Sungai Ciliwung di kawasan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Program naturalisasi sungai yang digagas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dinilai justru menyebabkan terjadinya sumbatan di sungai. Sumbatan tersebut disebut pakar hidrologi UGM, Rachmad Jayadi, menyebabkan air tak lancar dan berpotensi banjir.

Bea Cukai Bengkalis Bantu Cari Korban Tenggelam di Perairan Desa Sungai Selari

Rachmad menjelaskan, naturalisasi di Jakarta berbeda dengan kesuksesan di Singapura. Dia menyebut, kondisi sungai di Singapura, berbeda dengan di Jakarta. 

Di Singapura, naturalisasi sungai dilakukan di hulu bukan di hilir seperti di Jakarta.

Gantikan Ganjar Pranowo, Basuki Hadimuljono Jadi Ketum PP Kagama

"Beliau (Anies Baswedan) lupa yang dilakukan di Singapura, bukan di hilir. Kalau di hulu masih mungkin, karena di hulu belum ada persoalan kiriman air terakumulasi. Kalau di hilir, sama saya membumpeti (menyumbat sungai). Kalau dinaturalisasi, kan jadinya (aliran sungai) lebih pelan. Kalau kata orang Jawa, bukannya tidak benar, tetapi tidak pener atau tidak proper," jelas Rachmad di UGM, Senin 6 Januari 2020.

Rachmad menjelaskan, secara natural tanpa adanya pemukiman warga di sepanjang pinggir sungai, sungai tetap akan mengalami penyempitan. Hal ini, karena sedimentasi sungai.

Mantan Rektor UGM Ichlasul Amar Meninggal Dunia

Adanya pemukiman di sepanjang pinggir sungai, sambung Rachmad, akan semakin mempercepat terjadinya penyempitan sungai. Untuk mengembalikan kondisi air sungai ini, dia menilai, ada dua alternatif cara.

"Alternatifnya ada dua, yakni mengembalikan sungai secara natural sebelum adanya pembangunan di wilayah tersebut. Atau, menggunakan cara artifisial atau buatan untuk membuat aliran sungai normal," papar Rachmad.

Rachmad menerangkan, jika naturalisasi sungai seperti kebijakan Anies Baswedan diterapkan, ada konsekuensi. Konsekuensinya, yaitu membuat lahan terbuka hijau di sepanjang aliran sungai.

"Karena kalau di pinggirnya di buat (lahan terbuka) hijau, itu kecepatan airnya tidak bisa besar, jadi konsekuensi harus lebar. Kalau lebar permasalahannya tambah," urai Rachmad.

Rachmad menambahkan, kondisi Jakarta saat ini harus ada kompromi supaya normalisasi sungai tidak menimbulkan masalah ekonomi. Tetapi, aliran sungai tetap cepat meskipun aliran sungai sempit.

"Supaya cepat apa? Tidak dikembalikan ke natural, tetapi harus artifisial. Harus dipakaikan pelindung, diberi dinding yang licin, supaya air mengalir lebih cepat," ujar Rachmad. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya