Pengamat: Banjir Jakarta karena Curah Hujan dan Drainase Tua
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Ibu Kota Jakarta kembali dilanda banjir di awal tahun 2020. Banjir kali ini tergolong cukup parah, karena sebaran genangan banjir merata di sejumlah wilayah Jakarta.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menyatakan, banjir yang tersebar di 88 RT dan RW di Jakarta disebabkan oleh intensitas curah hujan yang cukup tinggi dengan kurun waktu yang sangat panjang. Selain disebabkan oleh hujan yang terjadi sejak malam pergantian tahun baru itu, menurut Yayat, genangan air juga dibarengi dengan air laut pasang.
"Ini kemungkinan yang akan mempengaruhi pasang surutnya air di Jakarta," kata Yayat Supriatna kepada VIVAnews, Rabu, 1 Januari 2020.
Jika melihat dari sebaran lokasi banjir di awal tahun ini, lanjut Yayat, sejumlah daerah yang dilanda banjir, seperti Cipinang Melayu, Kampung Pulo, Jakarta Timur, memang secara geografis sudah sangat sulit mengantisipasi datangnya genangan air baik dari luapan sungai-sungai yang ada di Jakarta, maupun dari tingginya curah hujan.
"Lokasinya memang sulit secara topografi, seperti di Kp.Pulo, Cipinang Melayu, kemudian beberapa lokasi-lokasi lainnya yang memang dia langganan banjir. Jadi lokasi itu otomatis menjadi beberapa kawasan yang mungkin memang sulit untuk diselamatkan dalam konteks kondisi sekarang. Sekarang ini penanganannya lebih banyak pada evakuasi. Evakuasi penanganan," ujarnya.
Lebih jauh ia katakan, penyebab banjir lainnya adalah masalah drainase di Ibukota Jakarta. Menurut Yayat, sampai saat ini drainase yang digunakan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi masalah air di Jakarta masih menggunakan drainase di masa kolonial. Sementara, lanjut Yayat, kondisi ibukota Jakarta saat ini sudah jauh berubah jika dibandingkan dengan ratusan tahun lalu. Ditambah lagi dengan kondisi permukaan tanah di Jakarta yang terus mengalami penurunan.
"Jadi bisa dikatakan Jakarta termasuk terlambat dalam urban rinualnya, khususnya dalam penataan drainasenya. Drainase kita sekarang ini sudah tidak mampu mengantisipasi tingginya curah hujan, jadi pola penanganan drainase di masa lalu dengan sekarang sudah berbeda kondisinya," katanya.
Menurut Yayat, pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama ini hanya fokus pada modifikasi mempercantik trotoar dengan berbagai hiasan di atasnya. Padahal, di bawah trotoar terdapat tali air atau drainase yang seharusnya dapat menampung dan mengairi air hingga ke permukaan laut.
"Jadi saya kira banyak hal-hal yang perlu kita cermati, apakah kondisi drainase kita ini sudah tidak mampu dalam konteks apapun yang terjadi ke depan, kalau kondisi drainase nya masih belum banyak berubah, yaa begini terus kita akan mengalami peristiwa yang sama," kata Yayat. (ren)