Jaksa Keberatan Kivlan Zen Didampingi Tim Hukum dari TNI

Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (tengah).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Tim jaksa mengajukan keberatan kepada majelis hakim karena terdakwa kasus dugaan kepemilikan senjata api, Kivlan Zen didampingi penasihat hukum dari TNI dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, Selasa, 10 September 2019, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Intelijen Jerman: Rusia Sedang Persiapkan Perang dengan NATO

Menurut jaksa, penasihat hukum dari TNI hanya bisa memberi jasa hukum di dalam peradilan militer, bukan di pengadilan negeri, yang notabene merupakan peradilan sipil.

"Kami keberatan menyangkut penasihat hukum dari militer. Memang disampaikan ada surat perintah dan surat kuasa, tetapi kami baca Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer hanya bisa memberi jasa hukum sesuai peradilan militer," kata jaksa penuntut umum di hadapan majelis hakim.

Ancam Amerika dan Kroninya, Misteri Senjata Super Rusia Akhirnya Terbongkar

Jaksa lalu menuturkan, Kivlan saat ini berstatus sebagai purnawirawan TNI, bukan lagi TNI aktif. Jadi disidangkan di peradilan sipil atau umum. Karena itulah, jaksa merasa keberatan Kivlan didampingi penasihat hukum dari TNI.

"Pak Kivlan sekarang purnawirawan dan ini adalah sidang umum," kata jaksa.

Gak Ada Ampun, Sersan TNI Ini Diseret ke Meja Hijau Lalu Dijebloskan ke Tahanan

Jaksa kemudian meminta Majelis Hakim mencatat soal keberatan mereka. Majelis Hakim lalu meminta tim penasihat hukum Kivlan menjelaskan keberadaan penasihat hukum dari TNI.

"Tim penasihat hukum, dengan adanya keberatan dari penuntut umum, tolong kami diberi penjelasan tertulis. Persiapkan jawaban untuk yang akan datang," kata Ketua Majelis Hakim Haryono.

Selain itu, jaksa keberatan karena mereka menilai surat kuasa Kivlan pada ketua tim penasihat hukum, yakni Tonin Tachta, tidak sah.

Namun, lagi-lagi majelis meminta tim penasihat hukum memberi jawaban tertulis, seperti halnya jawaban tertulis ihwal keberadaan penasihat hukum dari TNI.

Tonin pun menyanggah. Dia menyampaikan bahwa penasihat hukum dari TNI sudah sesuai peraturan Mahkamah Agung.

"Bantuan hukum itu bisa diberikan oleh siapa saja, apalagi militer. Panglima menyatakan paling tidak akan memberi bantuan kepada purnawirawan," kata Tonin.

Kendati begitu, majelis hakim tetap memintanya untuk membuat jawaban tertulis pada sidang berikutnya. Lalu, sidang pembacaan dakwaan dibuka dan dimulai.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya