Anak Punk, Jalan dan Alquran (II)

Anak-anak punk dan komunitas Tasawauf Underground tengah salat.
Sumber :
  • VIVAnews/ Anwar Sadat

VIVA –  Berpenampilan punk dengan tato memenuhi tubuh bukan sekadar gaya-gayaan bagi Aji Humaidi. Punk baginya bentuk perlawanan atas penindasan.

Lelaki 20 tahun ini mengenal punk sejak usia 8 tahun. Di usia 12 tahun, jarum tato mulai merajah kulit tubuhnya. Mengamen jadi mata pencahariannya. Jalanan merupakan nafas hidupnya. Pergaulan bebas tidak bisa dihindari. Meski menikmati, tak urung batinnya bergolak.

Ada dorongan untuk memperbaiki kehidupannya. Dia ingin menjalankan perintah agama yang selama ini telah ditinggalkan. Ia menganggap hidupnya bagai masuk lubang sumur. Kesadaran membangkitkannya. Ia ingin memperbaiki diri.

Aji menceritakan bagaimana ia mulai mengenal pengajian anak-anak punk. Setahun lalu, masih menggunakan pakaian ala punk, dia hanya menunggu di luar lokasi sebuah pengajian. Dia mendengarkan kajian pertamanya setelah 12 tahun menjadi anak punk di daerah Ciputat, Tangerang Selatan. 

Ketika itu, dia hanya mendengarkan ceramah seorang ulama melalui pengeras suara. Lambat laun, dia memberanikan diri mendatangi beberapa majelis ta'lim di Tangerang, Depok dan Jakarta. 

Dari mengikuti kajian-kajian tersebut, Aji merasakan ada ketenangan dalam hatinya.  Ia pun semakin terpacu untuk belajar salat dan mengaji.

Komunitas Pengajian 

Langkah Aji lantas sampai ke kolong fly over Tebet, Jakarta Selatan. Di lokasi itu terdapat komunitas Tasawuf Underground. Mereka  terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar, termasuk anak punk. 

Mayat Ronald Siagian Mengambang di Cengkareng, Geng Anak Punk Diburu

Anak-anak punk tengah mengaji di kolong fly over Tebet, Jakarta Selatan.

Komunitas ini berdiri dari inisiasi dari seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat, Halim Ambiya. Mulanya, Tasawuf Underground didirikan di media sosial, 7 tahun lalu. Diawali dari mengunggah kalimat hikmah, nasihat , hadits, tafsir dan lainnya. “Orang jadi belajar tentang keislaman di dunia maya. Tetapi agama juga menjadi maya, tidak nyata, padahal kan agama harus hadir dimana pun. Akhirnya, sejak tiga tahun lalu saya bikin pengajian," kata Halim saat ditemui VIVAnews.

31 Orang Ditangkap dari Demo Bebaskan HRS, Banyak Anak Punk

Awalnya, pengajian belum menyebar dan menemui target yang diinginkan. Sebab, sebagian besar yang hadir di majelis tersebut adalah orang-orang yang sudah taubat, bukan mereka yang masih jauh dari ajaran Islam. Kemudian Halim  berusaha menjemput bola. Dia pun mendekati anak-anak punk. 

"Begitu saya deketin, dari mulut mereka pengen ngaji. Secara ruhaniyah mereka sudah ingin, tapi enggak ada yang merangkul karena masjid tidak menjadi oase bagi mereka. Masjid tidak menjadi tempat bagi pendosa untuk mengadu. Masjid tidak hadir, mereka dicurigai kalau mau ke masjid," kata Halim.

Green Room, Perjalanan Band Punk Dalam Sebuah Film

Anak-anak punk dan komunitas Tasawauf Underground tengah salat.

Secara perlahan, Halim mengajak mereka untuk ikut pengajian. Hingga saat ini,  ada 95 orang anak punk di Jabodetabek yang konsisten mengikuti kajiannya. Mengajari mereka, menurut Halim, bukan tanpa kesulitan. Mereka kerap memiliki emosi cukup tinggi. Terlebih mereka masih berada di usia muda. 

Tetapi kesulitan tersebut tak membuat Halim patah arang. Dengan sabar, dia terus mendidik anak punk tersebut. Dia memiliki cara tersendiri  untuk mendekati mereka. "Jadi kadang saya mendekati sebagai guru, kadang saya mendekati sebagai orangtua, kadang juga saya memposisikan diri sebagai sahabat," ujarnya.

Halim juga berusaha membebaskan para anak punk dari pengaruh obat-obatan terlarang dan  minuman keras. Mereka dimandikan secara bersih. “Setelah mereka bersih, kita ajak solat, ajak zikir, sampe mereka merasakan dan mendapatkan ketenangan dari berzikir," ujarnya.

Ada beberapa materi yang diajarkan kepada para anak binaannya. Di antaranya adalah baca tulis Alquran, tata cara  salat dan berwudu hingga memahami makna serta mempraktikannya. Kemudian, ada pengajian rutin mempelajari berbagai kitab, seperti kitab tasawuf, kitab al mawaiz  fi ahadits qudsiyah karya imam ghazali,  kitab bulughul marom, kitab fiqih.

Namun, Halim tak sekadar mengajar mereka. Terkadang, dia harus berurusan dengan dinas sosial di beberapa provinsi. Jika ada anak punk terjaring, pihaknya akan memberikan jaminan dan mengeluarkan mereka. “Dari situ mereka ada trust kepada kita. Kemudian, kalau ada yang terlibat kriminal, kekerasan, kita berikan pendampingan. Biasanya ketika mereka merasa ditolong, mereka akan lebih mudah diarahkan," katanya.

Seorang anak punk, Aji, tengah salat di sebuah musala, di Tangerang Selatan.

Dalam mendidik puluhan anak punk tersebut, Halim tidak sendiri. Dia, dibantu beberapa relawan dari berbagai macam latar belakang dan profesi. Ada juga sebagian anak punk yang telah sadar turut aktif menjadi agen perubahan bagi anak punk lainnya.  "Karena biasanya omongan dari mantan anak punk yang merasakan langsung, akan lebih didengar oleh punk lainnya," katanya.

Bahkan, beberapa organisasi menawarkan diri untuk ikut berpartisipasi dalam komunitas ini. Di antaranya sebuat organisasi di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mereka memberikan pelatihan memandikan jenazah. 

Ada juga relawan dari Rumah Potong Halal. Mereka  memberikan pelatihan cara menyembelih hewan kurban sesuai syariat Islam. "Itu semua masuk ke kita, tanpa memberikan proposal. Mereka datang ingin berpartisipasi, mengajarkan langsung tanpa biaya,” ujar Halim.

Buah Pelajaran 

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di komunitas itu sudah mulai cukup menunjukkan hasil. Dari sekitar 95 orang yang dibina, Halim memperkirakan, hanya sekitar empat atau lima orang yang masih mengamen di jalanan. Itu pun karena mereka adalah jemaah baru yang masih dalam proses perubahan dan pencarian kerja.

"Rata-rata mereka udah enggak di jalanan. Ada yang sudah menjadi sopir, ada yang jadi barista, ada yang buka usaha barbershop, yang punya keahlian tato kita ajarkan desain grafis coreldraw dan lain-lain,” kata Halim.

Dalam melakukan kegiatan di komunitas itu, Halim  juga koordinasi dengan Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sehingga, kini dia telah mendapatkan kepercayaan dari pemerintah.

Seorang anak punk, Aji, tengah berwudu di sebuah musala.

Bagi Aji, dengan ikut kegiatan di komunitas itu, hidupnya lebih tenang. "Saya diajarin dari iqro, baca huruf satu persatu, ustaznya sabar. Padahal saya belum bisa dan suka salah, tapi dia teliti ngeliatin dan benerin bacaan kita. Saya juga ngerasa nyaman, enggak canggung," ujarnya.

Perubahan sikap Aji juga mulai terlihat. Dari mulai bersalaman dengan orang yang dia kenal saat bertemu, hingga sopan santun terhadap orang yang lebih tua dengan mencium tangan mereka.

Bahkan di tengah-tengah kegiatan mengamen, Aji berusaha menunaikan salat ketika waktunya tiba. "Sekarang sebisa mungkin saya mau nyempetin solat. Walaupun belum maksimal, tapi saya ingin coba," ujarnya.

(umi)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya