Polisi Tewas Ditabrak Truk Hewan Kurban, Sopir Jadi Tersangka
- VIVA / Eduward Ambarita
VIVA – Seorang sopir truk pengangkut sapi kurban bernama Muhamad Ali Ridho, terpaksa berurusan dengan hukum karena menyebabkan orang lain meninggal dunia akibat kecelakaan di jalan raya. Dia bahkan telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.
Korban meninggal anggota Korps Bhayangkara bernama Brigadir Muhamad Sahri. Setelah menjalani perawatan, korban meninggal dunia. Sementara si sopir langsung ditahan sesaat setelah kejadian.
Ali Ridho ditahan di Markas Polres Metro Jakarta Selatan. Dia ditahan kerena kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dunia. Dia diancaman dengan hukuman penjara selama enam tahun.
"Tersangka melanggar Pasal 287 ayat (2) junto 106 ayat (4) huruf C dan Pasal 310 ayat (4) UU RI nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan," kata Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Polisi Lilik saat dikonfirmasi, Selasa 13 Agustus 2019.
Kecelakaan nahas ini terjadi karena Ali Ridho lalai tak memberikan tanda saat menurunkan sapi kurban yang diangkutnya. Kejadian kecelakaan ini di Jalan Terogong Raya di depan lapak hewan kurban Syar'i, kawasan Cilandak Jakarta Selatan, Sabtu 10 Agustus 2019.
Truk Mitsubishi Colt dengan nomor polisi B 9590 VD yang di kendarai Ali Ridho saat itu melaju dari arah utara menuju ke selatan dijalan Terogong Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. Setibanya di depan lapak hewan kurban Syar'i, dia berhenti di kiri jalan untuk menurunkan hewan-hewan kurban.
"Bersamaan itu datang korban dari arah belakangnya dengan mengendarai sepeda motor jenis Yamaha Xeon dengan nomor polisi B 3125 SHR yang kemudian menabrak bagian belakang sebelah kanan kendaraan truk. Terjadilah kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan korban luka dan kerusakan kendaraan," katanya.
Akibat hal itu, korban pun mengalami luka pada bagian hidung, mulut, kaki kiri dan kanan sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Fatmawati. Namun, nasib berkata lain, korban meninggal dunia meski sempat mendapat pertolongan sehingga tak bisa merayakan Hari Raya Idul Adha 1440 Hijriah dengan keluarganya.
Luka pendarahan di otak yang membuat nyawa korban tak lagi bisa diselamatkan. Lilik menampik kalau saat kejadian, korban yang memacu sepeda motornya terlalu kencang sehingga menabrak dan mengalami kecelakaan.
Kata Lilik, saat kejadian korban hanya memacu kendaraannya dalam kecepatan 20 sampai 30 kilometer per jam. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan kecepatan yang telah dilakukan polisi serta olah tempat kejadian perkara.
"Nggak mungkin lah ya. Di arteri mana ada kecepatan 100 km per jam, enggak ada itu lah," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan soal pemasangan rambu berupa segitiga darurat bila roda empat berhenti melakukan sesuatu. Dia menegaskan apabila ada urusan di badan jalan, maka si pengendara wajib memasang segitiga darurat agar tidak membahayakan pengendara lain.
Dia mengatakan dalam kasus ini masih terbuka pintu menyelesaikan kasus secara damai. Mengingat kecelakaan lalu lintas itu ada unsur ketidaksengajaan.
Tapi, semua tergantung bagaimana kedua belah pihak. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda kasus akan diselesaikan secara kekeluargaan.
"Suatu kendaraan berhenti di jalanan itu tanda-tanda kelengkapan itu harus ada dong. Kecuali bukan di badan jalan. Darurat itu segitiga bisa, pecah ban. Kalau umpamanya dia parkir di badan jalan, apalagi malam hari wajib mengamankan diri dia, wajib mengamankan orang lain," ujar Lilik.