Banyak Siswa SMP Tak Lolos Masuk SMA karena Aturan Usia PPDB DKI
- ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
VIVA – Banyak orangtua siswa mengeluhkan syarat usia dalam penerimaan peserta didik baru atau PPDB DKI Jakarta. Seorang warganet M Irvan Darwin @MIrvanDarwin1 mengeluhkan perubahan sistem PPDB itu karena banyak murid SMP 115 tidak bisa lolos masuk SMA unggulan lantaran faktor usia.
Padahal menurut dia, sejak dulu siswa lulusan SMP 115 sangat mudah masuk SMA unggulan karena nilai sekolah mereka, bukan karena usia anaknya.
“Sebanyak 314 siswa hanya 41 yang lolos karena usia, bukan karena nilai anak,” tulis akun Irvan yang dikutip pada Jumat, 26 Juni 2020.
Kemudian, akun Ferensa Oemry mempertanyakan keberpihakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terhadap para siswa siswi yang berprestasi. Ia khawatir mereka putus asa, sehingga jadi malas belajar.
“Karena terbawa arus syarat masuk usia bukan nilai? @fadlizon @hnurwahid @Fahrihamzah,” tulisnya.
Sebelumnya diberitakan, pembukaan PPDB jalur zonasi untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) akan tetap dilakukan seleksi bila daya tampung yang ada tidak mencukupi dari jumlah siswa yang mendaftar.
"Untuk PPDB kami sudah menjadwalkan. Dinas Pendidikan itu membawahi seluruh anak-anak. Jadi, kami akan lanjut dengan proses besok hari. Nanti akan lakukan evaluasi setelah proses ini selesai," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana.
Seleksi berdasarkan usia tertua
Sesuai dengan keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 510 tahun 2020 tentang petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru tahun pelajaran 2020/2021, pembukaan PPDB jalur zonasi tetap dilaksanakan.
Untuk proses seleksi jalur zonasi, bila jumlah calon peserta didik baru yang mendaftar dalam zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia tertua ke usia termuda. Artinya, syarat usia dalam jalur zonasi PPDB ini tetap berjalan.
"Daya tampung kami terbatas, Anda tadi sudah dengar untuk dari sekolah kami SD, SMP, dan SMA semakin dikit daya tampungnya. Nah, kalau semuanya ingin seleksi di (sekolah) negeri pasti apapun seleksinya akan ada yang tertinggal," katanya.
Baca juga: Siswa Kecewa, PPDB Jalur Zonasi Masih Pakai Syarat Usia
Jadi, kata Nahdiana, kalau seleksi dengan menggunakan usia yang tertinggal adalah yang muda. Kalau seleksi menggunakan nilai yang tertinggal adalah nilai yang kecil. Ketika yang tertinggal adalah usia. “Kami memakai usia ini karena memang usia ini variabel yang netral yang enggak bisa diintervensi apapun,” jelas dia.
Tentunya, lanjut dia, setiap kegiatan pasti ada kendala. Maka ia melakukan ini bukan tanpa evaluasi dari sebelumnya. Dengan sistem bahwa afirmasi dan zonasi yang menggunakan usia, afirmasi ini dipergunakan bagi mereka dari keluarga yang tidak mampu dengan 25 persen kuotanya, maka ini akan masuk.
"Adakah yang tersisih? Pasti. Karena kuotanya cuma 25 persen. Mereka bisa ikut di jalur zonasi ini, mereka yang mampu dan tidak mampu secara sosial dan ekonomi dan mereka yang pandai dan belum pandai, ada di sini semuanya. Dan nanti diseleksi dengan usia setelah zonasi. Ketika mereka yang muda dan berprestasi, silakan masuk jalur prestasi," katanya.
Dengan demikian, kata dia, dalam proses seleksi ini pasti ada saja siswa yang tak lolos masuk negeri karena koutanya terbatas dan yang tak lolos pasti saja ada yang masuk ke sekolah swasta yang ada di Jakarta.
"Tapi kalau bicara masuk negeri, kemampuan negeri itu sudah dilihat 30 persen dan 22 persen, itu yang akan dilakukan seleksi. Jadi mau apapun bentuk seleksinya, jadi pasti ada yang harus sekolah di swasta," katanya.
Kendati begitu, Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota juga tetap memperhatikan bagi siswa yang sekolah di swasta salah satunya memberikan bantuan beasiswa seperti Kartu Jakarta Pintar.
"Sesungguhnya pendidikan itu untuk semua. Kalau dari keluarga yang ekonominya tidak mampu, maka Pemprov telah mengintervensi ini dengan KJP. Anak swasta dengan negeri terima KJP-nya beda. Karena KJP-nya termasuk SPP," katanya.