Polemik First Travel, MUI: Negara Tak Boleh Rampas Milik Masyarakat
- VIVA/Zahrul Darmawan
VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut berkomentar terkait aset First Travel yang akan disita negara. MUI pun mempertanyakan hal tersebut kepada pemerintah.
"Atas dasar apa negara merampas? Yang dirampas itu harta siapa? Kalau harta yang dirampas itu harta First Travel itu ya masih bisa. Tapi kalau harta dari jemaah, wah, gimana ceritanya," kata Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2019, dikutip dari VIVAnews.
Anwar menjelaskan lebih detail bahwa ada tiga jenis hak milik. Ada hak milik pribadi, ada hak milik masyarakat dan hak milik negara.
"Negara tidak boleh merampas hak milik masyarakat. Negara tidak boleh merampas hak milik pribadi. Pribadi tidak boleh merampas hak milik masyarakat. Pribadi tidak boleh merampas hak milik negara," ucapnya.
Dengan demikian, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Bidang Ekonomi itu menegaskan, bahwa negara tidak diperbolehkan mengambil hak pribadi masyarakat.
"Jadi harus dijelaskan dulu, harta yang dirampas itu harta siapa? Apakah milik First Travel ataukah itu harta milik jemaah yang sudah disetor ke First Travel. Kalau itu milik jamaah yang dikelola oleh First Travel, enggak boleh negara mengambilnya. Negara harus mengembalikan ke jamaah yang telah menyetor, " kata dia.
Berikut, pertimbangan hakim MA dalam memori kasasinya, yang intinya barang bukti aset First Travel disita untuk negara:
-Bahwa terhadap barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan Nomor urut 529, Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum sebagaimana memori kasasinya memohon agar barang-barang bukti tersebut dikembalikan kepada para calon jamaah PT First Anugerah Karya Wisata melalui Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel berdasarkan Akta Pendirian Nomor 1, tanggal 16 April 2018 yang dibuat di hadapan Notaris Mafruchah Mustikawati, SH, M.Kn, untuk dibagikan secara proporsional dan merata akan tetapi sebagaimana fakta hukum di persidangan ternyata Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut;
-Bahwa sebagaimana fakta di persidangan barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana “Penipuan” juga terbukti melakukan tindak pidana “Pencucian Uang” oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.