Anies Salahkan Sistem E-budgeting Ahok soal Anggaran Aibon dan Bolpoin
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
VIVA – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2020 mendapat sorotan karena kejanggalan untuk pengadaan barang tertentu. Salah satunya, yakni lem aibon yang mendapat alokasi anggaran mencapai Rp82 miliar. dan bolpoin sebesar Rp124 miliar.
Soal itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyalahkan sistem penyusunan penganggaran secara elektronik atau e-budgeting yang diterapkan oleh gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Menurut dia, ajuan janggal seperti pengadaan lem aibon dalam RAPBD karena e-budgeting yang tidak sempurna.
"Ini ada problem sistem, yaitu sistem digital (e-budgeting) tapi tidak smart," kata dia di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019, seperti dikutip VIVAnews.
Dia menuturkan bahwa sistem anggaran itu direncanakan saat era Joko Widodo (Jokowi) menjadi gubernur DKI, kemudian dijalankan oleh penggantinya, yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk mendigitalisasi proses penganggaran. Tetapi sistem itu tak menggunakan kecerdasan buatan untuk mencegah anggaran janggal lolos. Padahal, menurut dia, jika menggunakan smart system maka bisa dilakukan pengecekan dan verifikasi.
Sistem e-budgeting yang pada masa Ahok mampu menemukan penganggaran siluman Uninterruptible Power Supply (UPS) yang nilainya mencapai miliaran rupiah itu, kata Anies, tidak sepenuhnya efektif mencegah anggaran janggal lolos. "Ini (e-budgeting) sistem digital, tetapi masih mengandalkan manual," ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana sebelumnya mengungkapkan temuannya terhadap kejanggalan dalam pembahasan usulan APBD DKI 2020.
Kejanggalan usulan anggaran itu, di antaranya lem aibon yang nilanya mencapai Rp82 miliar, bolpoin seebsar Rp124 miliar di Suku Dinas pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer senilai Rp121 miliar di Dinas Pendidikan hingga beberapa unit server dan storage senilai Rp66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.
Dia pun mempertanyakan Anies yang tidak mengetahui dan memahami isi anggaran kegiatan tersebut. Harusnya, kata William, Anies menjalankan peran sebagai gubernur dan bertanggung jawab penuh supaya anggaran tepat sasaran.
“Kalau gubernur saja tidak tahu isi anggarannya, apa yang mau dibahas? Tiap kami temukan sesuatu yang janggal dan kami angkat, nanti dibilang salah input atau tidak tahu menahu lagi. Jangan-jangan ada banyak yang salah input, tapi tidak diketahui publik karena rinciannya ditutup-tutupi,” tuturnya.
Bukan cuma itu, William meminta transparansi soal anggaran dan mengkritisi langkah Anies yang menutup akses website apbd.jakarta.go.id. Karena itu, dia meminta agar website tersebut dapat kembali diakses publik.