Cerita Pilu Ortu Mahasiswa yang Babak Belur Usai Demo
- bbc
Larangan terhadap polisi itu antara lain tindakan spontanitas atau emosional untuk mengejar, membalas lemparan, menghujat, atau menangkap dengan kekerasan.
Pasal itu juga melarang polisi melakukan penganiayaan atau pelecehan yang melanggar HAM serta tindakan lain yang melampaui kewenangan kepolisian.
Dalam sebuah video yang diduga direkam di depan kampus Moestopo, beberapa polisi yang menenteng tameng dan pentungan terdengar mengeluarkan kata-kata binatang.
Subali juga mengeluh karena baru diizinkan penyidik bertemu Wahyu tujuh hari setelah penahanan. Proses pendampingan hukum untuk Wahyu pun disebut Subali dipersulit penyidik.
"Saya menghadap ke kepala unit, dia berpesan, entah serius atau tidak, `jangan bawa-bawa LBH`."
"Saya kan awam di bidang hukum, nanti bisa-bisa anak saya bukannya diperingan, malah diperberat. Ini hak saya sebagai warga negara. Masa tidak boleh didampingi penasehat hukum?" kata Subali.
Subali meminta Eka Wiratama Siagian, pengacara LBH Jakarta, untuk mendampingi Wahyu. Kamis (03/10) lalu, Eka mengaku dilarang penyidik membuat surat kuasa advokat untuk Wahyu.
"Mau tanda tangan surat kuasa di dalam rutan tidak diperbolehkan. Alasannya `perintah atasan`. Padahal KUHAP menyatakan kuasa hukum berhak mendampingi tersangka," kata Eka.
Juru Bicara Polri, Brigjen Prasetyo, membantah ada kebijakan untuk mempersulit kasus para pedemo yang kini ditahan di sejumlah polres di Jakarta dan Polda Metro Jaya,
"Tidak ada kebijakan seperti itu. Semua sesuai prosedur," kata Dedi melalui pesan singkat.
`Saya lagi di pinggir jalan, ditangkap polisi`
BBC bertemu Sultan Farel Farizki (19) di Rutan Polres Jakarta Pusat. Lulusan SMK yang kini merupakan pekerja kontrak bidang kebersihan gedung di kantor Kedutaan Besar Malaysia.
Farel mengaku sebagai korban salah tangkap usai demo di DPR pekan lalu. Berikut petikan penuturannya: