Cerita Pilu Ortu Mahasiswa yang Babak Belur Usai Demo
- bbc
Senin (30/09) lalu, sebelum petang, BBC menyaksikan kerumunan pedemo di sekitar DPR sempat kocar-kacir akibat lontaran gas air mata. Sebelum gas air mata itu menguap di kerumunan massa, tak terjadi kerusuhan apapun.
Gas air mata itu memancing sejumlah pedemo melemparkan berbagai benda ke arah polisi yang berbaris menutup akses ke Gedung DPR.
Gas air mata juga ditembakkan kepolisian usai petang di sejumlah lokasi yang berjarak lebih dari satu kilometer dari titik demonstrasi di depan Gedung DPR.
Sejumlah rekaman berupa foto dan video memperlihatkan polisi menembakkan gas air mata hingga Senayan City-Universitas Moestopo (sekitar 2,5 kilometer sisi selatan DPR) dan Universitas Atma Jaya (satu kilometer di tenggara DPR).
Personel pengendalian massa (Dalmas) Polri juga menembakkan gas air mata di kawasan Stasiun Palmerah, 600 meter dari DPR.
Mengejar pedemo
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyebut penindakan Polri terhadap demo 30 September di DPR berlebihan. Menurutnya, polisi hanya boleh membubarkan pengunjuk rasa, bukan mengejar atau memburu pedemo yang telah meninggalkan lokasi.
Hal serupa dikatakan Arif Maulana dari LBH Jakarta.
"Saat massa sudah membubarkan diri, mereka dikejar. Kami tidak tahu alasannya. Ini seperti pemburuan, orang-orang yang selesai aksi unjuk rasa bisa ditangkap," katanya.
Pasal 20 huruf d dan e dalam Perkap 7/2012 memberi hak pada polisi untuk menghentikan dan membubarkan unjuk rasa.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Dedi Prasety, menyebut personelnya mengejar pedemo yang ia tuding memicu kericuhan.
"Mereka itu perusuh. Di seluruh dunia pun, kalau sudah rusuh, ada upaya mitigasi secara sistematis agar kerusuhan tidak meluas dan merusak," ujar Dedi kepada BBC.
Setelah petang, 30 September lalu, pengejaran polisi terhadap pedemo terjadi hingga kawasan Senayan City, kampus Atma Jaya, Penjernihan, Palmerah, hingga Slipi.