BMKG Sebut Kualitas Udara Jakarta Biasa Menurun saat Musim Kemarau
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, kualitas udara biasanya memburuk saat musim kemarau di DKI Jakarta. "Hal ini dikarenakan ketiadaan hujan dapat mengurangi pengendapan (pencucian) polutan di udara oleh proses rain washing," kata Pelaksana Harian Deputi Bidang Klimatologi BMKG Nasrullah dalam keterangan tertulis, Jumat 2 Agustus 2019.Â
Menurut dia, pada hari-hari yang sudah lama tidak terjadi hujan, udara yang stagnan, cuaca cerah, adanya lapisan inversi suhu atau kecepatan angin yang rendah, memungkinkan polusi udara tetap mengapung di udara suatu wilayah. Hal itu mengakibatkan peningkatan konsentrasi polutan yang tinggi.Â
"Penampakannya dapat dilihat dari kondisi udara yang kabur hasil reaksi kimia antara udara dengan kontaminan," ujarnya.Â
Terlebih lagi, lanjut dia, pada saat ini masih terus berlangsung pekerjaan konstruksi pembangunan tol atas, jalur LRT, dan pengerjaan trotoar. Hal ini tentu akan menghasilkan debu partikel polutan dan menurunkan kualitas udara pada saat-saat tertentu.
Ia menjelaskan, bulan Juni - Juli adalah bulan menuju puncak musim kemarau bagi Jakarta. Data klimatologis rata-rata harian debu partikulat polutan 5 tahun kurun waktu 2014 – 2018 menunjukkan, bulan Juni hingga Agustus merupakan waktu-waktu dimana konsentrasi partikulat polutan lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya.
Kemudian, BMKG juga melakukan pemantauan konsentrasi partikulat polutan PM10 sepanjang bulan Juni hingga Juli, menunjukkan peningkatan konsentrasi sering melampaui nilai ambang batasnya (NAB) sejak tanggal 20 Juni hingga sekarang.Â
"Nilai Ambang Batas (NAB) adalah batas konsentrasi partikel polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara yang kita hirup. NAB harian PM10 adalah 150 µg/m3 dan 50 µg/m3 untuk tahunan," ujarnya.Â
Pada jam-jam tertentu, menurut dia, konsentrasi partikel polusi udara terukur di BMKG dapat melonjak sesuai dengan kadar polutan yang ada di udara. Nilai kadar atau konsentrasinya bahkan melewati 180 µg/m3 yaitu terjadi pada tanggal 20, 24, 25, 27, dan 28 Juni 2019, serta 14 dan 25 Juli 2019.Â
Berdasarkan data deret rata - rata harian debu partikulat PM10, secara umum periode 10 hari (dasarian) terakhir bulan Juni menunjukkan konsentrasi debu polutan yang lebih tinggi daripada kondisi bulan Juli kali ini.Â
"Meningkatnya konsentrasi PM10 secara umum terjadi pada pagi hari sekitar pukul 07.00 – 09.00 WIB," katanya.Â
Pejabat BMKG itu menambahkan, pada waktu-waktu ini konsentrasi debu polutan dimungkinkan meningkat drastis dikarenakan beban tinggi transportasi berkaitan dengan waktu berangkat kerja. Sekaligus secara meteorologis bersamaan dengan waktu di mana dapat terjadi peristiwa inversi suhu pada atmosfer perkotaan. (ren)