Polusi Udara Jakarta Buruk, Kendaraan 10 Tahun Lebih Bakal Dilarang
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Jakarta memang kerap kali menjadi kota dengan polusi udara terburuk di dunia versi AirVisual. Bahkan peringkatnya ada pada posisi teratas dengan kondisi udara tidak sehat. Guna mengatasi kondisi udara yang tidak baik bagi kesehatan, Kendaraan-kendaraan pribadi yang berusia di atas sepuluh tahun bakal dilarang beroperasi di wilayah Jakarta pada 2025.
Ketentuan ini tertera pada Instruksi Gubernur DKI Nomor 66 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Kualitas Udara yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan pada Kamis, 1 Agustus 2019.
"Memastikan tidak ada kendaraan pribadi berusia lebih dari sepuluh tahun yang dapat beroperasi di wilayah Jakarta pada tahun 2025," demikian poin ketiga dalam Instruksi Gubernur DKI tersebut.
Adapun, langkah itu dimulai dengan pengetatan uji emisi pada 2019. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI diinstruksikan menjadi pelaksana pengetatan itu. "Memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi mulai pada tahun 2019," demikian bunyi lagi Instruksi Guburnur DKI.
Selain itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI juga diinstruksikan mensyaratkan pelaksanaan uji emisi secara berkala bagi seluruh kendaraan bermotor sebagai salah satu syarat dalam pemberian izin operasional kendaraan.
Terakhir, untuk inisiasi pembatasan usia kendaraan secara ketat pada 2025, Kepala Dinas Perhubungan DKI diminta segera merampungkan rancangan Perda terkait hal itu.
"Kepala Dinas Perhubungan agar mempersiapkan rancangan Perda tentang pembatasan usia kendaraan di atas sepuluh tahun pada 2020," demikian lagi bunyi Instruksi Guburnur DKI tersebut.
kondisi kualitas udara di kota Jakarta dikategorikan tidak sehat dengan angka AQI lebih dari 150.
Bahkan pada beberapa hari dilaporkan Jakarta merupakan kota nomor 1 terpolusi di Dunia (versi Air Visual). Tentunya, kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan dapat menimbulkan dampak pada kesehatan pada masyarakat Kota Jakarta.
Perlu diketahui, sumber polusi udara dapat berasal dari berbagai hal, antara lain proses alam (kebakaran hutan, erupsi gunung berapi, badai), sektor transportasi (gas buang kendaraan, debu di jalan raya), sektor industri (pembakaran bahan bakar, proses industri) dan sektor rumah tangga (pembakaran biomas, asap rokok).
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr. dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K), sebagian besar sumber polusi udara di Indonesia berasal dari sektor transportasi yakni 80 persen.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengaku heran karena kondisi polusi udara tidak hanya terjadi di Jakarta Pusat saja. Di wilayah selatan Jakarta, kondisi udara juga buruk. Padahal area itu bukan kawasan padat aktivitas.
Dia mengungkapkan, alat pengukur kualitas udara milik DKI yang diletakkan di Jagakarsa, Jakarta Selatan, selalu mencatat kondisi udara yang buruk, terutama di pagi hari.
"Angka (pencatatan kualitas udara) kita di Jagakarsa, yang daerah minim kegiatan, itu di pagi hari justru tinggi," ujar Anies.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berkomunikasi dengan pengelola jalan tol. Sebab, polusi udara dicurigai berasal dari kendaraan-kendaraan berat yang melintas di jalan tol di wilayah itu.
Pemprov DKI ingin polutan yang dikeluarkan kendaraan-kendaraan itu lebih terkendali. Sebab, dikhawatirkan memberi kontribusi juga terhadap polusi udara secara umum di Jakarta yang parah.
Karena itu, pengendalian diharapkan turut memperbaiki kondisi polusi udara di Jakarta. DKI terus melakukan hal yang perlu dilakukan supaya polusi udara tak separah lagi seperti saat ini.
"Sekarang kita sedang cari apakah (polusi udara di selatan Jakarta) terkait ini, dengan volume kendaraan di sekitar JORR (Jakarta Outer Ring Road) yang cukup tinggi," ujar Anies.