Konflik di Apartemen Kalibata City Belum Temui Titik Terang
- vstory
VIVA - Konflik di apartemen Kalibata City hingga kini belum menemui titik terang.
Seorang warga penghuni apartemen bernama Ade Tedjo dipanggil oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta pada Senin 29 Juli 2019, ini.
Tedjo dianggap menuduh DPRKP telah menerima uang dari pengembang pada saat rapat Panitia Musyawarah (Panmus) Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang berakhir buntu atau deadlock pada Sabtu, 27 Juli lalu. Namun, hal itu dibantah oleh saksi yang juga warga penghuni.
"Dalam satu peristiwa di deadlock itu, Pak Tedjo ini mengatakan sesuatu ke Bu Meli dari dinas. Dia (Tedjo) bilang 'Belleza, Belleza, Allah tahu tentang Belleza'. Kan cuma itu. Tapi kata-kata itu dianggap, katanya Pak Tedjo menuduh Dinas Perumahan menerima uang," kata penghuni apartemen, Wenwen Zi (45 tahun), di kantor DPRKP di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Rapat Panmus itu mengalami kebuntuan saat perwakilan penghuni apartemen mempertanyakan kehadiran ratusan orang yang tak dikenal. Mereka dinilai bukan warga penghuni apartemen.
Warga penghuni meminta adanya verifikasi terhadap ratusan orang itu. Namun, hal itu tak diindahkan oleh Dinas dan Kelurahan, sehingga warga protes dan rapat menjadi deadlock.
Rapat Panmus itu adalah tindaklanjut dari permasalahan antara penghuni apartemen dengan pengembang yang telah berlangsung lama. Selama ini, pengembang disebut tidak transparan dalam laporan keuangannya.
Padahal, banyak iuran yang harus dibayar oleh warga apartemen. Salah satunya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dianggap cukup mahal dan wajib dibayar oleh warga.
"Saya bayar 17 ribu per meter per bulan. Jadi, per meter per bulan berarti saya kenanya sekitar 500an ribu lebih, karena 7 juta setahun. Ya wajib. Tapi saya lagi mogok bayar sebelum ada laporan keuangan. Ya, mereka enggak mau ketahuan uangnya untuk apa. Uangnya ratusan miliar," kata Wenwen.
Sementara itu, dia membandingkan apartemen di Mangga Dua yang unitnya lebih sedikit dan parkirnya gratis, tetapi biaya IPL lebih murah dengan 10 ribu per meter per bulan. Kemudian, Wenwen juga mengeluhkan biaya sertifikat unit atau tanda bukti kepemilikan yang juga mahal.
"Sekarang biaya sertifikat mahal sekali, saya kena 20 sekian juta. Sertifikat kepemilikan kita, tanda bukti kita. Ada katanya di dalamnya biaya notaris lah. Pas kita cek ke notaris, enggak sampai segitunya. Notaris cuma sejuta, tapi kita ditagihnya 9 juta," ujar Wenwen.
Dari keluhan berbagai permasalahan itu, Dinas kemudian membuat undangan Rapat Panmus.
Namun, menurut Wenwen, dalam membuat undangan itu warga tidak dilibatkan dan Dinas sebelumnya hanya melakukan pertemuan dengan pengembang.