Pengamen Korban Salah Tangkap Gugat Polda Metro Jaya Rp700 Juta
- VIVA/Syaefullah
VIVA – Sebanyak empat orang pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap aparat keamanan menggugat Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Kementerian Keuangan.
Pihak pemohon yang mengajukan gugatan di antaranya, Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), dan Pau (16).
Kuasa Hukum pemohon yang diwakili LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian mengatakan, alasan mengajukan gugatan praperadilan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016 mereka dinyatakan tidak bersalah maka ada hak mengganti kerugian.
"Klien kami selama ini jadi tidak sekolah, ada yang ngamen dan mata pencahariannya tidak bisa didapatkan selama di penjara," ujarnya.
Jadi, ia memohon mengganti kerugian karena itu diatur dalam PP 92 tahun 2012 tentang ganti kerugian di KUHP, juga mengatur jika tersangka terbukti tidak bersalah maka ada hak yang bisa dituntut
"Kalau ditotal empat orang ini sekira Rp700 jutaan, ada materil dan imateril. Kerugian materil itu berupa penghasilan, kalau imateril itu penyiksaan. Klien kami mengaku mengalami penyiksaan pada saat diperiksa di tingkat Kepolisian," ujarnya.
Ia pun menjabarkan kronologis kasusnya, berawal saat anak-anak pengamen Cipulir yakni Fikri, Fatahillah, Ucok, Pau ditangkap oleh Unit Jatanras Polda Metro Jaya pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen.
"Tanpa bukti yang sah secara hukum mereka kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku dengan cara disiksa semasa berada di dalam tahanan Kepolisian," katanya.
Dengan bermodalkan pengakuan dan skenario rekayasa hasil penyiksaan mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Akibatnya mereka harus merasakan dinginnya jeruji penjara sejak masih anak-anak.
Belakangan terbukti bahwa korban bukanlah pengamen, dan mereka bukanlah pembunuh korban. Setelah melalui persidangan berliku dan diwarnai salah putus, mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
"Total, mereka sudah mendekam di penjara selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan," katanya.
Hari ini, Rabu, 17 Juli 2019, sidang praperadilan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, karena masalah administrasi pemberkasan sidang ditunda jadi hari Senin, dengan agenda yang sama sekaligus jawaban termohon.
"Untuk memenuhi formalitas dulu dari pemohon. Jadi, persidangan ini belum bisa kita lanjutkan dan kita mulai nanti, Senin tanggal 22 Juli," ujar hakim Elfian. [mus]