Tangisan Baiq Nuril Pecah Saat Bacakan Surat untuk Jokowi
- VIVA/Ridho Permana
VIVA – Usai memberikan surat dukungan kepada Presiden Joko Widodo terkait amnesti lewat Kantor Staf Presiden, Baiq Nuril Makmun, tak kuasa menahan tangis. Hal ini terlihat ketika ia membacakan surat itu di hadapan awak media.
Baiq dalam surat yang dibacakan menjelaskan, dari kasus yang dihadapinya membuat Baiq tidak pernah menyerah. Dia mengatakan bahwa perjuangan ini bukan soal pribadi dirinya, tapi perjuangan seluruh orang baik di dalam dan luar negeri, yang bersimpati kepadanya.
"Bapak, saya hanya rakyat kecil yang bodoh, pengalaman pahit selama kurang lebih 6 tahun ini telah mendidik saya berbagai dukungan mengalir tanpa pernah saya rencanakan. Hal itu yang membuat saya tidak pernah menyerah, saya belajar memahami apa yang saya lakukan bersama kuasa hukum, dan kawan-kawan seluruh Tanah Air bahkan bersimpati dari luar negeri. Ternyata bukan tentang saya pribadi, saya belajar ini bukan perjuangan saya pribadi sekadar saya lolos dari jeratan sebagai korban, ini perjuangan kami, dan kami menjadi kita," kata Baiq di KSP, Jakarta Pusat, Senin 15 Juli 2019.
Baiq yakin, janji Jokowi untuk memberikan amnesti bukan karena air matanya. Tapi soal harkat dan martabat.
"Saat Bapak mengatakan di media Bapak mendukung saya mencari keadilan, perjuangan saya, perjuangan kami, menjadi perjuangan kita. Bapak berulang kali tanpa ragu mengatakan akan memberikan amnesti kepada saya,” katanya.
“Saya yakin Bapak Presiden sebagai kepala pemerintahan dan negara bukan karena air mata saya sebagai korban yang tidak mampu membendung air mata saya di depan media tentang peristiwa traumatik yang saya alami. Saya yakin niat mulia Bapak memberikan amnesti didasari karena keputusan itu adalah keputusan negara menjaga harkat martabat warganya sebagai manusia," tutur Baiq sambil terisak.
Berikut kutipan surat Baiq Nuril untuk Presiden Jokowi:
"Yang terhormat Presiden RI, Bapak Ir. Joko Widodo. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak presiden, izinkan saya pertama-tama memperkenalkan diri, nama saya Baiq Nuril Makmun, saya rakyat Indonesia hanya lulusan SMA sebelum di-PHK. Saya kerja sebagai honorer di SMA di Lombok. Ibu 3 anak. Suami awalnya kerja di Gili Trawangan 50 km dari tempat saya tinggal, saat saya harus jalani persidangan dan ditahan selama 3 bulan 2 hari, suami saya harus merawat anak-anak kami dan akhirnya mengalami nasib yang sama kehilangan pekerjaan.
Bapak presiden, ada satu kalimat putusan majelis hakim yang saya baca berulang kali yaitu memulihkan hak-hak terdakwa dalam harkat martabatnya kalimat yang terus memenuhi pikiran saya. Harus saya perjuangkan bukan semata karena saya korban perilaku atasan, kasus yang saya alami ternyata terkait harkat dan martabat saya sebagai seorang manusia tapi putusan PN Mataram itu dibatalkan 26 September 2018, yang menyatakan mengabulkan kasasi yang diajukan PU.
Saya 4 Januari 2019 memutuskan melakukan PK ke MA, 4 Juli 2019 MA mengatakan menolak PK yang saya ajukan tapi saya tidak menyerah. Sekali lagi perjuangan ini adalah perjuangan saya sebagai seorang perempuan untuk menegakkan harkat martabat perempuan di negara tercinta ini.
Bapak, saya hanya rakyat kecil yang bodoh, pengalaman pahit selama kurang lebih 6 tahun ini telah mendidik saya berbagai dukungan mengalir tanpa pernah saya rencanakan. Hal itu yang membuat saya tidak pernah menyerah, saya belajar memahami apa yang saya lakukan bersama kuasa hukum dan kawan-kawan seluruh Tanah Air bahkan bersimpati dari luar negeri. Ternyata bukan tentang saya pribadi, saya belajar ini bukan perjuangan saya pribadi sekadar saya lolos dari jeratan sebagai korban.
Ini perjuangan kami dan kami menjadi kita saat bapak mengatakan di media bapak mendukung saya mencari keadilan. Perjuangan saya, perjuangan kami menjadi perjuangan kita. Bapak berulang kali tanpa ragu mengatakan akan memberikan amnesti kepada saya. Saya yakin bapak presiden sebagai kepala pemerintahan dan negara bukan karena air mata saya sebagai korban yang tidak mampu membendung air mata saya di depan media tentang peristiwa traumatik yang saya alami.
Saya yakin niat mulia bapak memberikan amnesti didasari karena keputusan itu adalah keputusan negara menjaga harkat martabat warganya sebagai manusia. Bapak presiden saya dan warga kembali memilih bapak sebagai presiden karena kami percaya bapak dapat memimpin dengan baik, termasuk mengambil hak prerogatif, bukan karena belas kasihan, bukan karena mengemis, bukan karena desak pihak manapun, tapi karena kesetiaan bapak terhadap konstitusi UUD 1945, karena kesetiaan pada konstitusi itulah yang akan jadi dasar keputusan menyangkut nasib saya demi kepentingan negara untuk memenuhi keadilan negara dan kemaslahatan yang lebih besar bagi rakyatnya.
Kepentingan negara untuk melindungi harkat kemanusiaan, hal itu yang menjadi pertimbangan utama dan pertama bapak presiden untuk mengirimkan surat ke DPR RI untuk niat mulia bapak presiden memberikan amnesti kepada saya.
Saya Baiq Nuril bukan hanya sebagai korban, tapi juga rakyat yang telah memilih bapak, selalu memberikan dukungan dan terus berjuang bersama bapak untuk memberikan keadilan kemanusiaan. Saya Baiq Nuril Makmun, berterima kasih kepada bapak presiden untuk memberikan amnesti sesuai dengan hak prerogatif UUD 1945 untuk Baiq Nuril Makmun, semoga bapak presiden selalu diberikan perlindungan kepada Allah SWT."