Ratna Dituntut 6 Tahun, Kuasa Hukum: Lebih Berat dari Pelaku Korupsi

Ratna Sarumpaet saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Negerai Jakarta Selatan, Selasa 18 Juni 2019.
Sumber :
  • Syaefullah

VIVA – Kuasa hukum terdakwa penyebaran berita bohong atau hoax, Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin menyebutkan, tuntutan enam tahun penjara kepada kliennya itu terbilang sangat berat. 

Jangan Jadi Korban! Lindungi Rekening Anda dari Modus Penipuan QRIS Palsu

Sebab, dengan usia yang genap 70 tahun pada 16 Juli mendatang, ia menilai, hukuman tersebut lebih berat dari pelaku korupsi.

"Di usia yang ke-70 tahun ini, terdakwa masih diharuskan menghadapi tuntutan hukum yang sangat berat. Bahkan, lebih berat dari tuntutan seorang pelaku korupsi," ujar Insank, saat sidang duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 25 Juni 2019.

2 Pria Ditangkap Buntut Sebar Hoaks Soal Warga vs Truk di Tangerang

Padahal, kata Insank, kasus Ratna hanya terkait rekayasa cerita penganiayaan dan pengiriman foto dengan wajah lebam kepada beberapa orang. Ratna juga disebutnya tidak menyiarkan berita bohong. 

Insank mengatakan, Ratna hanya mengirimkan soal rekayasa tersebut hanya kepada keluarga dan teman-temannya, bukan berniat membuat kerusuhan dan keonaran. "Dengan maksud untuk menutupi rasa malunya dan bukan bertujuan supaya terjadi kerusuhan atau keonaran di kalangan rakyat," ujarnya.

KPU Gandeng Sejumlah Pihak untuk Cegah Hoaks dan Polarisasi di Pilkada 2024

Lebih lanjut, Insank menuturkan, dalam fakta persidangan tidak terbukti kliennya membuat keonaran akibat cerita penganiayaan tersebut. "Tidak terbukti terdakwa telah melanggar Pasal XIV ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, karena tidak ada satupun dari perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur-unsur delik dari pasal tersebut," ujarnya. 

Dalam replik jaksa penuntut umum atas pleidoi Ratna, jaksa meminta hakim menolak semua pembelaan kuasa hukum dan Ratna. Jaksa menilai, pleidoi yang disampaikan Ratna dan kuasa hukumnya tak berdasar.

Dalam kasusnya, Ratna dituntut enam tahun penjara. Dia dianggap memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran, seperti diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

Jaksa juga menilai, Ratna tidak memenuhi unsur Pasal 44 KUHP terkait penyakit kejiwaannya. Bahkan, permintaan maaf Ratna dinilai tidak dapat menghapus tindakan pidananya.

Berita bohong pemukulan Ratna bermula pada September 2018. Ketika itu, sejumlah politikus mengabarkan Ratna Sarumpaet dipukul sekelompok orang di Bandung. Foto-foto Ratna lebam beredar di media sosial.

Sejumlah politikus itu mengaku mendapat kabar penganiayaan dari Ratna. Namun, Ratna akhirnya mengaku luka lebam itu bukan karena pemukulan, melainkan operasi kecantikan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya