Supaya Anggaran Menetes ke Bawah, Alasan Anies Kucurkan APBD ke Ormas
- bbc
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berencana mengucurkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada sejumlah organisasi masyarakat (ormas) untuk membenahi kampung-kampung kumuh.
Pelaksana tugas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta, Taufan Bakri mengatakan, ormas merupakan aset yang harus diberdayakan. Selain itu, mereka merupakan perwakilan dari masyarakat.
Perkiraannya, sekitar 20 persen kas daerah akan digunakan untuk program tersebut. "Untuk awal, 20% yang bisa kita lemparkan ke masyarakat," ujar Taufan Bakri kepada BBC News Indonesia, Kamis (14/02).
Penggunaan ormas untuk program swakelola, menurut Taufan, dibolehkan dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa.
Di sana ada empat tipe swakelola, antara lain mengamanatkan pemerintah untuk langsung mengerjakan program, menunjuk pemerintah daerah dan kementerian/lembaga mengerjakan bersama-sama, hingga memungkinkan pemda mengajak ormas maupun masyarakat melaksanakan program pemerintah.
Untuk tipe yang terakhir, setidaknya ada sekitar 1.000 ormas yang ada di Jakarta, tapi dalam catatannya hanya 300 yang aktif. Ormas-ormas inilah yang nanti diberikan keleluasaan mengajukan proposal program sesuai kebutuhan, semisal pembangunan jalan atau pelatihan.
"Ini yang kita dorong untuk mereka bisa aktif dalam mengelola dana APBD kita ke depan. Jadi anggaran menetes sampai ke bawah," imbuhnya.
"Proposalnya bisa berupa fisik, sebab itu kan investasi untuk fasilitas ekonomi. Pendidikan atau pelatihan juga investasi jangka panjang. Makanya mereka disuruh membuat proposal untuk pengajuan."
Namun demikian, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Zuliansyah, mewanti-wanti Pemprov DKI Jakarta agar tak sembarangan menggelontorkan anggaran.
Sebab, menurutnya, penyelewengan amat mungkin terjadi jika pemda tak menentukan kriteria ormas yang bisa mendapat dana. Selain itu, pemda juga harus memastikan betul proposal program yang diajukan merupakan kesepakatan rapat dengan RT/RW setempat.
"Jadi tidak sekadar memberikan anggaran kepada ormas untuk melakukan sesuatu tapi seolah-olah memberikan cek kosong," jelas Zuliansyah.
Apalagi, kata dia, dalam pengelolaan mandiri semacam ini tak ada proses tender sehingga mudah saja mengelabui pemda.
"Misalnya anggaran dikasih ke ormas A untuk membangun infrastruktur tanpa lelang, tapi kemudian tidak tertutup kemungkinan ormas itu men-subkon ke perusahaan. Ini kan nggak ada yang tahu," tukasnya.
Persoalan lain yang mesti diperhatikan Pemprov DKI Jakarta, yakni mekanisme pertanggungjawaban anggaran. Laporan keuangan negara dalam pengamatannya sangat detil. Sementara tak semua ormas memiliki kemampuan menyusun laporan keuangan yang baik.
Tak hanya itu, biasanya masyarakat hanya mengandalkan kuitansi sebagai bukti pembayaran dan hal itu tak bisa digunakan untuk pelaporan karena gampang dimanipulasi.
"Kalau kuitansi itu bahaya karena tidak bisa divalidasi dan klarifikasi. Gimana? Laporan keuangan negara kan harus ada validasi dan klarifikasinya."
Karena itulah, ia menyarankan Pemprov DKI Jakarta menyiapkan para pendamping untuk mengajari mereka membuat laporan anggran. Kendati begitu, niat Gubernur Anies Baswedan mengajak ormas sangat baik karena ikut mengajak publik terlibat dalam penentuan keputusan.
"Jangan sampai niatnya bagus tapi tataran proses eksekusi malah menimbulkan masalah."
Pelaksana tugas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta, Taufan Bakri, mengakui minimnya kemampuan ormas mengelola dan mempertanggungjawabkan anggaran. Karena itu, pihaknya akan memberikan panduan.
Dia pun meyakini, dengan kepercayaan yang diberikan pemprov, para ormas takkan menyelewengkan uang yang diserahkan kepada mereka.
"Yang dijual ormas adalah kepercayaan. Nah maka surat pertanggung jawabannya kita kontrol dalam bentuk administrasi. Kan ada kuitansi," imbuhnya.
Taufan juga tak mau buru-buru berburuk sangka ormas-ormas tersebut akan menggelembungkan anggaran di proposal yang diajukan.
"Kita nggak boleh curiga kan."
Dari pantauan pemprov, kampung-kampung kumur berada di sekitaran Bukit Duri, Manggarai, Tebet, Johar Baru.
Juru Bicara Forum Betawi Rempug (FBR), Fajri Husein, mengaku belum mengetahui program terbaru Gubernur Anies Baswedan ini.
Tapi baginya, keputusan menggandeng ormas untuk memperbaiki kampung, patut didukung. Selama ini katanya, pengambilan kebijakan oleh kepala daerah tak pernah melibatkan masyarakat.
" N ggak pernah diajak warga bicara, apa sih maunya warga Jakarta? Cuma jadi objek kalau ada pilkada, pilpres, pileg. Tapi kalau susun program, nggak pernah diajak. Karena program kan selalu dari atas ke bawah, bukan bawah ke atas," ujar Fajri kepada BBC News Indonesia.
Hanya saja ia berpesan kepada Anies agar betul-betul menyeleksi ormas yang akan menerima dana APBD. Setidaknya, pemprov mengecek keberadaan ormas tersebut ke masyarakat.
"Paling tidak, ormas itu harus mengakar kepada masyarakat. Jangan hanya sekadar ormas pasang papan nama lalu memperkaya diri. Kalau saya bilangnya jangan sampai ada setan aku-aku ," tukasnya.
"Artinya dia (ormas) itu harus tahu di situ ada masalah apa dan bagaimana menyelesaikannya. Jangan orang sakit perut, dikasih obat sakit kepala."
Di sisi lain, Fajri mengakui ormasnya tak paham bagaimana membuat laporan pertanggung jawaban anggaran. Selain karena tak pernah menggunakan anggaran daerah, mereka juga tak pernah dibekali pengetahuan seperti itu.
"Kita nggak pernah ngajuin proposal ke pemda, makanya ngapain buat-buat laporan? Toh kita bisa biaya sendiri."
"Makanya kalau dibilang kita nggak akuntabel, diajarin dong biar akuntabel."