Anies Baswedan: Pengelolaan Air, Negara Rugi 22 Persen
- VIVA/Misrohatun Hasanah
VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengambil alih pengelolaan air dari swasta, karena dinilai merugikan pemerintah, setelah perjanjian di 1997 oleh Palyja dan Aetra.
Dengan begitu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan akan bertindak tegas, agar masyarakat Jakarta mendapatkan kualitas air bersih.
"Pemprov DKI akan segera ambil alih pengelolaan air di Jakarta, demi dukung target perluasan air bersih di Jakarta. Tujuannya, koreksi perjanjian yang dibuat masa Orba '97. Selama 20 tahun perjanjian, pelayannya air bersih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan," ucap Anies di Balaikota, Jakarta Pusat, Senin 11 Febuari 2019.
Lebih lanjut, Anies menjabarkan, tiga kerugian Pemprov DKI dalam permasalahan air bersih. Pertama, adalah ekslusivitas pengelolaan air, pengelolaan seluruh air bersih di kuasai oleh swasta, di mana negara harus membagi keuntungan sebesar 22 persen.
"Jadi, kita tahu investasi terkait dengan pengelolaan air ini, dalam perjanjian air ini harus seizin pihak swasta. Kita tahun lalu, ingin tambah jaringan, namun tidak dimungkinkan oleh peraturan, karena hak itu ada pada swasta," kata Anies.
Dengan negara harus membagi keuntungan sebesar 22 persen, selanjutnya selama 20 tahun pihak swasta harus membangun jaringan air dari 44,5 persen di 1998, menjadi 59,4 persen di 2018.
"Awal tahun 1998, 44,5 persen. Berjalan 20 tahun, hanya tingkat jadi 59,4 persen. Dulu delegasikan. Kesenangan swasta. Dan, kita siap untuk ambil alih. Kepada swasta masalah? Ini problematik, negara dalam perjanjian ini memberikan jaminan keuntungan 22 persen. Target tidak tercapai, tapi keuntungan wajib dibayarkan oleh negara," kata Anies. (asp)