Jakarta Kelebihan Anjing dan Kucing Liar: Apa Solusi yang Tepat?
- bbc
Pemprov DKI Jakarta telah menunda operasi razia anjing-kucing liar setelah diprotes pecinta binatang. Tetapi apakah ada solusi yang lebih tepat dan cepat untuk menangani kelebihan populasi mereka?
Beberapa hari belakangan, kelompok pecinta hewan dikejutkan oleh kabar bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta akan melakukan razia terhadap anjing dan kucing liar dalam upayanya membebaskan ibu kota dari rabies.
Foto-foto hewan kucing ditangkap menggunakan jaring dan dimasukkan dalam kandang beredar luas di sosial media, menyulut kemarahan pecinta binatang yang mengatakan cara menangkap seperti itu dapat menyakiti hewan.
Beberapa akun pecinta binatang, seperti Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan Gerakan Anti Kekerasan Hewan Domestik Indonesia (GAKHDI) kemudian mewanti-wanti pemilik hewan peliharaan untuk tidak melepas hewan mereka di jalanan.
Merespons polemik itu, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menginstruksikan kepala Dinas terkait agar menunda kegiatan penangkapan.
Ia juga meminta dinas untuk menggandeng organisasi atau komunitas pengelolaan binatang untuk bersama-sama mengendalikan anjing dan kucing liar.
Kegiatan penangkapan pun dihentikan dan diganti dengan sosialisasi untuk menghadapi Hewan Pembawa Rabies (HPR) secara serentak di lima wilayah ibu kota pada hari Selasa.
Berangkat dari Laporan Warga
Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP) Jakarta mengatakan di tahun 2018 mereka menerima sekitar 100 laporan terkait anjing dan kucing liar yang dikirim oleh warga.
Meski banyak komunitas yang peduli terhadap nasib anjing dan kucing liar, banyak masyarakat yang memusuhi hewan liar itu.
Oleh karena itu, Dinas berupaya untuk mengendalikan hewan liar tersebut.
"Masyarakat yang melapor. Laporannya ada anjing liar di lingkungan, banyak kucing liar di lingkungan, banyak kotoran di halaman, yang anjing takut tergigit, dan sebagainya," kata Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPKP Jakarta, Sri Hartati.
Meski tidak punya data pasti terkait jumlah hewan dan kucing liar, Sri mengatakan banyak hewan yang tidak bertuan di ibu kota. Untuk memastikan bahwa hewan tersebut tidak membawa rabies atau penyakit lainnya, lanjutnya, dinas perlu menangkap hewan tersebut untuk diobservasi.
"Harus ditangkap kemudian divaksin, disteril dan ditandai kupingnya… Berarti dia (anjing dan kucing liar) sudah divaksin dan steril. Memang orang berharap ingin dilepas. Sekarang kalau kita lepas lagi di lokasi yang sama dan itu laporan dari masyarakat, kan nggak semua masyarakat suka kan? Menjadi solusi nggak?"
"Saya melihat ini nggak ada yang benar nggak ada yang salah. Ini sangat-sangat kondisional. Makanya kita cari yang terbaik supaya dapat diterima oleh smua pihak," ujar Sri.
Terkait dengan instruksi gubernur yang ada, Sri mengatakan, dinas akan berdiskusi terlebih dahulu dengan kelompok pecinta hewan untuk membahas hal ini. Dinas, lanjutnya, juga akan membahas soal cara menangkap yang tidak menyakiti hewan.
Nasib Anjing dan Kucing Liar Setelah Ditangkap
Sri mengatakan selama ini, hewan yang ditangkap oleh DKPKP dirawat di Pusat Pelayananan Kesehatan Hewan dan Peternakan di Ragunan, Jakarta Selatan.
Hewan-hewan tersebut, lanjutnya, dipelihara, divaksinasi dan disteirlisiasi. Namun, Sri mengatakan jumlah hewan di sana selalu berubah-ubah karena banyak shelter atau penampungan hewan liar yang dibentuk oleh masyaraka, yang mengadopsi hewan-hewan itu.
Saat ini, katanya, DKPKP bekerja dengan sekitar enam shelter.
Sri menambahkan individu juga dapat mengadopsi hewan dari BKHI dengan membayar Rp 20.000 per ekor sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
Sementara itu, Ketua Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Benfica, mempertanyakan nasib hewan-hewan yang dirazia oleh pemerintah provinsi.
"Kita nggak tahu ya anjing-anjing yang di razia dari jalanan terus ditampung di dinas terus kedepannya bagaimana?... Kalau kita pernah mengamati itu, tapi kan nggak bisa kita ungkap," ujar Benfica.
Intinya, katanya, perlakuan di tempat penampungan hewan liar yang disediakan pemerintah provinsi, belum memperhatikan kesejahteraan hewan.
Vaksinasi dan Sterilisasi
Benfica mengatakan overpopulasi atau kelebihan anjing dan kucing liar terjadi karena banyak hal, salah satunya pemilik hewan yang enggan mensterilisasi binatangnya.
"Akhirnya satwanya itu main keluar sehingga akhirnya berkembang biak dan anak-anaknya itu ditelantarkan sehingga akhirnya membentuk populasi baru di jalanan," ujarnya.
Ia menambahkan jumlah anjing liar juga bisa jadi bertambah karena perdagangan anjing untuk konsumsi.
Untuk mengatasi masalah overpopulasi anjing dan kucing liar dan mencegah penyebaran rabies, Benfica menyarankan pemerintah provinsi untuk melakukan vaksinasi dan sterilisasi secara rutin, kalau bisa setiap minggu. Hal itu perlu dilakukan karena kucing, misalnya, berkembang biak sangat sering.
Sementara itu, tahun lalu, DKPKP menargetkan untuk memberi vaksin kepada 25.500 ekor anjing dan kucing, baik yang bertuan maupun yang liar. Di akhir tahun 2018, jumlah anjing dan kucing yang divaksin mencapai 33.000 ekor.
Sementara itu, DKPKP mensterilisasi 1.060 kucing jantan dan 372 kucing betina tahun lalu.
Benfica menambahkan, masyarakat sebaiknya mengenakan kartu tanda pengenal pada binatang peliharaan mereka.
Selain itu, untuk mencegah penyebaran rabies, Benfica mengatakan, warga juga dapat secara kolektif melaporkan keberadaan anjing dan kucing liar di wilayahnya.
"Mungkin bisa dengan kolektif melapor RT/RW untuk melakukan sterilisasi atau vaksinasi massal," katanya.
BBC News Indonesia