Buntut Kasus Penebangan Pohon, Jaksa KPK Dilaporkan ke Polisi
- VIVA/Bayu Januar
VIVA – Jaksa Hendra Apriansyah dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik oleh tetangganya, yang bernama Deddy Octo. Laporan ini adalah buntut kasus cekcok antara Deddy dan Hendra karena penebangan sebuah pohon di antara kedua rumah mereka.
Kuasa hukum Deddy, Abdul Hamim Jauzie mengatakan, laporan ini dilakukan lantaran Jaksa Hendra, yang saat ini bekerja di KPK, mencemarkan nama baik kliennya melalui grup WhatsApp.
"Terlapor mengatakan bahwa klien kami telah menyerobot batas tembok di lantai dua," kata Jauzie di Mapolda Metro Jaya, Minggu, 21 Oktober 2018.
Jauzie menuturkan, dalam hal ini kliennya ingin mendapatkan keadilan. Sebab, sampai saat ini belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kliennya menyerobot batas tembok seperti yang dituduhkan terlapor.
"Pelapor ingin mendapat keadilan. Sampai saat ini itu kan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan Pelapor menyerobot batas tembok seperti yang dituduhkan Terlapor," katanya.
Laporan ini diterima dengan nomor laporan polisi LP/5701/X/2018/PMJ/ Ditreskrimsus. Terlapor disangkakan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
Sebelumnya, Jaksa Hendra Apriansyah menggugat tetangganya, Deddy Octo, sebesar Rp2,6 miliar. Hendra yang kini berdinas di KPK itu tidak terima bila Deddy menebang pohon dan membangun pagar pembatas antar rumah di cluster mereka. Gugatan dilayangkan ke PN Tangerang.
Berdasarkan data yang dikutip dari wesbite PN Tangerang, Hendra dan Deddy merupakan tetangga rumah di Modernhill Cluster, Pamulang, Tangerang Selatan. Karena perumahan ala cluster, maka tidak ada sekat pagar yang tegas di antara tetangga.
Kasus bermula saat Hendra pulang mudik ke Padang, Sumatera Barat selama 2 pekan pada Juni 2018. Sepulangnya ke rumahnya, Hendra kaget pohon di rumahnya yang berada di berhimpitan dengan halaman rumah Deddy sudah ditebang. Percekcokan tak terhindarkan.
Sebulan setelahnya, Deddy membangun pagar tembok untuk menyekat dua rumah di cluster tersebut. Keributan semakin menjadi-jadi dan puncaknya masuk ke meja hijau.
Dalam gugatannya, Hendra mengajukan gugatan materil ke Deddy sebesar Rp600 juta.
"Kerugian materiil yang dapat dihitung secara ekspektasi yaitu akibat pembangunan pagar pembatas rumah setinggi 2 meter, menjadikan pemandangan sekitar rumah menjadi berkurang nilai keindahannya sehingga harga rumah jadi berkurang sehingga penggugat menanggung kerugian Rp200 juta," tuntut Hendra.
Selain itu, Rp300 juta sisanya adalah hilangnya kepastian hukum karena akan membuat keraguan calon pembeli. Selain itu, pembangunan pagar juga membuat rembesan dan lembab di dinding rumah bagian bawah.
"Kerugian dan biaya advokasi dan biaya operasional sebesar Rp100 juta," ucapnya.
Nah, untuk kerugian immateril, Hendra mengajukan tuntutan Rp2 miliar. Alasannya, ia dan keluarganya mengalami tekanan psikis dan merasa tidak tenang, tidak nyaman dalam kehidupan bertetangga, juga terganggu aktifitas sehari-hari karena masalah terus mendera.
"Penggugat mohon untuk dapat dikabulkan ganti rugi immateril oleh karenanya Penggugat meminta ganti rugi uang sebesar Rp2 miliar," pinta Hendra.
Hendra juga mengajukan permohonan sita jaminan atas rumah tetangganya itu. Dan pula uang paksa Rp10 juta/hari, hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Jaksa Hendra juga turut menggugat pengelola cluster atas kasus itu. Gugatan itu kini terdaftar di PN Tangerang dengan nomor 715/Pdt.G/2018/PN.TNG. Sidang perdana rencananya akan digelar esok hari. (ren)