Diduga Palsukan SK Gubernur, Bupati Kotawaringin Barat Dipolisikan
- VIVA/Bayu Nugraha
VIVA – Bupati Kotawaringin Barat, Nurhidayah, dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan dugaan memalsukan SK Gubernur dan menyerobot tanah milik warga bernama Brata Ruswanda. Nurhidayah mendapatkan dua laporan sekaligus.Â
Pelapor yang juga merupakan pengacara ahli waris Brata Ruswanda, Kamarudin Simanjuntak menuturkan, dugaan pemalsuan surat yang dilakukan seolah-olah ada SK Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam surat itu, kata dia, dinyatakan tanah ahli waris menjadi milik Pemkot Kotawaringin Barat.Â
"Diduga SK Gubernur ini tidak terdaftar di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, lalu dipakai oleh Bupati Kotawaringin Barat untuk mengklaim kepemilikan," ujar Kamarudin di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis 4 Oktober 2018.Â
Selain itu, SK Gubernur pun diduga dipakai sebagai bukti di pengadilan. Sehingga, kata dia, pihaknya melaporkan Nurhidayah ke Bareskrim Polri dengan dugaan surat palsu.Â
Nurhidayah juga dilaporkan soal dugaan perbuatan secara paksa menggunakan kekuatan penuh memasuki pekarangan atau area milik ahli waris. Nurhidayah mengerahkan Satpol PP, Sekretaris Daerah dan pejabat Kotawaringin Barat pada tanggal 26 September 2018.Â
"Diduga (terlapor) menggunakan bukti yang diduga palsu tadi, sebagai bukti kepemilikan," ucapnya.Â
Laporan tersebut, tertuang dalam laporan polisi nomor: LP/B/1228/X/2018/Bareskrim dengan dugaan Tindak Pidana Sumpah Palsu dan keterangan palsu, pemalsuan surat, UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP, UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP, 266 KUHP, 263 KUHP.
Kemudian laporan kedua, tertuang dalam laporan polisi nomor: LP/1229/X/2018/Bareskrim dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah, memasuki perkarangan tanpa izin, kejahatan menguasai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya.Â
Dia menuturkan, pada 1963, tanah ahli waris tersebut dibuka sebagai area pertanian. Kemudian pada 1973, dibuatkan surat keterangan menurut adat karena Brata Ruswanda adalah pejabat kala itu di Kotawaringin Barat. Namun, saat itu, Ruswanda dimutasi ke Kalimantan. Sedangkan tanah yang digarapnya, dipinjam untuk kepentingan pembibitan Dinas Pertanian.Â
"Dengan persyaratan sewaktu-waktu tanah tersebut di butuhkan oleh almarhum Suwanda maka perjanjian gugur secara otomatis atau seketika," katanya.
Pada 1982, Ruswanda kembali ke tanahnya. Namun, beberapa bagian tanahnya terkena pembebasan jalan dan dijual per-kavling dan diberi sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sayangnya, induk tanah 10 hektar milik Ruswanda tak mendapat sertifikat.
"Ketika dimohonkan sertifikatnya di kantor BPN justru terlapor membuat surat kepada PPN agar jangan memberikan sertifikat, dengan alasan tanah milik pada pemda dengan menggunakan surat yang diduga palsu," katanya.