Kasus Sukmawati Disetop, Perwakilan Aksi 67 Tak Puas Jawaban Bareskim
- VIVA.co.id/ Bayu Nugraha
VIVA – Sejumlah perwakilan massa Aksi 67 diterima Bareskrim Polri, Jumat 6 Juli 2018. Kedatangan mereka untuk menanyakan beberapa kasus yang ditangani Bareskrim Polri, di antaranya penghentian kasus Sukmawati dan kasus yang menjerat politikus Partai Nasdem Viktor Laiskodat.
Salah satu perwakilan massa, Bernard Abdul Jabbar mengatakan, dia dan rekan-rekannya diterima beberapa staf Bareskrim, lantaran Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono tidak ada di tempat.
"Kedatangan kami menuntut keadilan, baik kasus pada SP3 Sukmawati, Viktor Laiskodat, Guntur Romli, Ade Armando, dan Cornelis yang sudah kami pertanyakan semua," kata Bernard usai pertemuan di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jumat 6 Juli 2018.
Dari hasil pertemuan tersebut, ia mengaku kurang bisa menerima jawaban dari pihak Bareskrim Polri mengenai beberapa kasus yang dipertanyakan.
"Terutama, terkait kasus SP3 Sukmawati yang sudah terbukti dan ada videonya buktinya. Kasus sudah dilaporkan, ternyata tanpa tahu kita para pelapor pun tidak diberikan surat SP3, maka SOP begitu atau tidak itu kami pertanyakan," katanya.
Untuk kasus Sukmawati, ia pun berharap, pihak Kepolisian bisa membuka kembali dan menjerat Sukmawati menjadi tersangka. Menurutnya, kasus Sukmawati lebih parah dari kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok.
Sementara itu, kasus dugaan ujaran kebencian Viktor Laiskodat, Bernard pun mempertanyakan alasan tak dilanjutkan. Padahal, beberapa pasal yang memberikan keistimewaan anggota DPR dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Kami juga katakan kepada staf Bareskrim, jangan sampai ketidakadilan ini terjadi pada anak bangsa, terutama diskriminasi pada umat Islam, ketika melakukan tindakan seperti ini," katanya.
Dengan adanya sejumlah kasus yang dihentikan, ia menilai, ada isu berkembang bahwa sejumlah kasus ditukar dengan penghentian kasus yang menjerat Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab.