Pergub Reklamasi Terbit, Koalisi: Kado Pahit buat Nelayan
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengecam keras tindakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengeluarkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Hal itu dikemukakan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta dalam siaran pers yang dikutip VIVA, Rabu, 13 Juni 2018.
Dalam keterangan tertulis yang dilansir di laman LBH Jakarta, Selasa, 12 Juni 2018 itu disebutkan, nelayan Teluk Jakarta mendapatkan kado pahit lebaran tahun ini berupa berlanjutnya reklamasi. Setelah tidak melakukan pembongkaran, tapi hanya penyegelan bangunan  di Pulau D hasil reklamasi, pemerintahan Gubernur Anies dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno ternyata memutuskan untuk melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta, ditandai dengan ditekennya Peraturan Gubernur oleh Anies pada Senin, 4 Juni 2018.Â
Koalisi menilai bahwa Pergub 58 Tahun 2018 tersebut cacat hukum karena merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keppres itu sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
Koalisi menyebutkan, Anies-Sandiaga pernah berjanji untuk menghentikan reklamasi saat keduanya kampanye Pilkada DKI 2017 lalu. Seperti diketahui publik, Anies-Sandiaga menyatakan secara terbuka akan menghentikan reklamasi Teluk untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga Jakarta.
Iwan, ketua Komunitas Nelayan Tradisional yang tergabung dalam Koalisi tersebut, mengemukakan saat Anies memutuskan untuk menyegel bangunan di Pulau D, pihaknya menilai hal itu merupakan tindakan yang benar dan tegas. Namun, kenyataannya Anies lantas mengeluarkan Pergub untuk melanjutkan reklamasi.Â
Dengan Pergub itu, menurut Iwan, pengelolaan reklamasi diambil alih pemerintah daerah melalui organisasi pemda. "Kalau begitu caranya sama saja dengan zaman Ahok (Basuki Tjahaja Purnama, gubernur DKI Jakarta sebelum Anies). Beda teknisnya aja," ujar Iwan saat dihubungi VIVA, Rabu, 13 Juni 2018.
Menurut Iwan, gembar-gembor untuk menghentikan reklamasi mulai melenceng. "Penyegelan kemarin cuma pencitraan saja," ujarnya.
Jika memang tegas untuk setop reklamasi, menurut Iwan, seharusnya setelah disegel, dilaksanakan eksekusi. "Kalau berpihak ke rakyat itu harus dibongkar, yang sudah terlanjur (direklamasi) untuk kepentingan umum  seperti penghijauan," katanya.