Kartun Tidak Salah, Tempo Tak Minta Maaf ke FPI
- Dokumentasi Tempo
VIVA – Redaksi Tempo menyatakan tidak meminta maaf kepada Front Pembela Islam atas penayangan kartun pada majalah Tempo, edisi 26 Februari 2018. Tempo menyatakan tidak bersalah atas karya jurnalistik mereka itu.
Pernyataan tidak minta maaf ini diterbitkan Tempo, Senin, 19 Maret 2018, di situs berita Tempo.co. Dalam editorial dengan judul besar 'Demo FPI dan Sikap Kami'.
Dalam editorial itu, Tempo menyatakan, unjuk rasa yang dilakukan massa FPI di kantor Tempo pada Jumat, 16 Maret 2018, sudah berlebihan dan dilakukan dengan intimidatif. Menurut Tempo, seharusnya polisi memproses hukum pendemo yang bertindak berlebihan itu.
Saat demo berlangsung, Tempo sudah memberikan ruang kepada FPI untuk berdialog tentang kartun Tempo yang dianggap telah menyinggung imam besar FPI Rizieq Syihab. Padahal pada kartu itu, tidak ada gambar dan teks yang langsung merujuk pada diri seseorang apalagi Rizieq dan FPI.
Sayangnya, utusan FPI malah menggunakan kesempatan berdialog untuk mengintimidasi. Di depan aparat, mereka menghardik, menggebrak meja, dan sempat melemparkan gelas ke arah perwakilan redaksi Tempo.
Tempo juga sudah berjanji memuat keberatan FPI sebagai hak jawab. Sayangnya, ruang hak jawab yang diberikan Tempo tidak meredakan kemarahan massa FPI. Hingga akhirnya mereka memaksa Pemimpin Redaksi Tempo untuk meminta maaf kepada seluruh Umat Islam.
Permintaan ini jelas tak masuk akal. Bagaimana bisa FPI mengklaim semua umat Islam punya pandangan, sikap, dan perilaku yang sama dengan mereka.
Di tengah kepungan massa FPI, Tempo akhirnya meminta maaf atas dampak pemuatan kartun, bila hal itu menyinggung perasaan kelompok tertentu. Tapi Tempo tidak meminta maaf, apalagi mengaku bersalah, karena memuat kartun itu. Ihwal penilaian “salah-benar” atas kartun tersebut, Tempo menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pers.
LBH Pers: Kartun Tempo Karya Jurnalistik
Berikut pernyataan sikap Tempo atas demo FPI seperti dikutip VIVA:
Demonstrasi oleh massa Front Pembela Islam (FPI) terhadap redaksi Tempo sudah berlebihan. Kami mengkritik cara mereka mengekspresikan sikap secara intimidatif. Polisi seharusnya memproses hukum pendemo yang telah bertindak kebablasan.
Massa FPI yang menggeruduk kantor kami pada Jumat lalu tersebut bermaksud memprotes kartun yang dimuat pada majalah Tempo edisi 26 Februari 2018. Mereka menganggap kartun itu menghina pendiri FPI, Rizieq Syihab, yang pergi umrah dan belum kembali ke Tanah Air setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Padahal gambar dan teks pada kartun itu tak langsung merujuk kepada seseorang.
Menjunjung kemerdekaan berekspresi, Tempo tak menutup mata terhadap kemungkinan perbedaan interpretasi mengenai kartun tersebut. Karena itu, redaksi Tempo menyatakan siap berdialog sejak FPI menyerukan “aksi damai” selepas waktu salat Jumat tersebut. Sayangnya, utusan FPI malah menggunakan kesempatan berdialog untuk mengintimidasi. Di depan aparat, mereka menghardik, menggebrak meja, dan sempat melemparkan gelas ke arah perwakilan redaksi Tempo.
Merujuk pada ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers, Tempo berjanji memuat keberatan FPI sebagai hak jawab pada kesempatan pertama. Jawaban ini tak meredakan kemarahan massa FPI. Mereka memaksa Pemimpin Redaksi Majalah Tempo meminta maaf kepada seluruh umat Islam. Permintaan ini jelas tak masuk akal. Bagaimana bisa FPI mengklaim semua umat Islam punya pandangan, sikap, dan perilaku yang sama dengan mereka.
Di tengah kepungan massa FPI, Tempo akhirnya meminta maaf atas dampak pemuatan kartun, bila hal itu menyinggung perasaan kelompok tertentu. Tapi Tempo tidak meminta maaf—apalagi mengaku bersalah—karena memuat kartun itu. Ihwal penilaian “salah-benar” atas kartun tersebut, Tempo menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pers.
Bagi Tempo, kehati-hatian dalam menjalankan aktivitas jurnalistik merupakan keniscayaan. Tapi karya jurnalistik bukanlah “produk final” yang seratus persen pasti benar. Produk jurnalistik bisa menyimpan kekhilafan yang tak disengaja. Karena itu, Tempo selalu menyediakan ruang untuk hak jawab dan hak koreksi. Tempo pun selalu siap bermediasi di Dewan Pers serta mematuhi rekomendasi lembaga tersebut.
Di luar forum Dewan Pers, tak ada alasan untuk tunduk kepada tekanan ala FPI. Apalagi pelbagai ancaman telah menjadi bagian dari sejarah Tempo. Sejauh ini, hal itu tak menyurutkan langkah Tempo untuk mempertahankan independensi ruang redaksi.
Sikap Tempo untuk tidak tunduk kepada tekanan dan ancaman bukanlah karena punya nyali berlebih. Kami hanya percaya, sekali intimidasi berhasil menentukan keputusan redaksi, yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi Tempo. Bila tak dilawan, pelaku intimidasi bisa ketagihan. Korbannya bisa Tempo ataupun media lain. Ini sangat membahayakan kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Baca: Ini Lho Kartun Tempo yang Bikin FPI Tersinggung
Sementara itu, berdasarkan penelusuran VIVA, kartun itu pernah diunggah Tempo melalui akun Twitter 28 Februari 2018. Pada kartun tertulis bahwa kartun ini hasil karya karyawan Tempo, bernama Yuyun Nurrachman.
Jika dilihat secara seksama, sebenarnya tak ada satu kata pun yang tertulis di kartun menyinggung nama Habib Rizieq dan juga FPI.
Pada kartun hanya terlihat gambar seorang pria berjubah putih sedang berbincang dengan seorang wanita berambut panjang yang memakai baju tanpa lengan. Digambarkan, keduanya sedang duduk berdua di kursi dengan meja kotak di tengah mereka berdua.
Memang wajah pria di kartun tak terlihat jelas. Sebab digambarkan pria itu duduk dalam posisi membelakangi layar depan kartun. Wajah wanita di kartun juga tidak memiliki kemiripan dengan orang tertentu di FPI.
Kartun itu bergambar seorang pria berjubah putih sedang duduk berdua dengan seorang wanita. Pada kartun itu, pria berjubah itu dituliskan mengucapkan 'Maaf... Saya tidak jadi PULANG'. Dan wanita itu menjawabnya, 'yang kamu lakukan itu JAHAT'.
Baca: Antara FPI, Kartun Tempo dan Adegan Rangga Cinta di AADC 2