Pemeriksaan Barang Bukti Kasus Mirna Dinilai Langgar Aturan
VIVA.co.id – Pemeriksaan barang bukti dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin disebut-sebut melanggar Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratoris kriminalistik barang bukti kepada laboratorium forensik Polri.
Pasal 58 Peraturan Kapolri itu menyebutkan pemeriksaan barang bukti untuk kasus keracunan dan korban meninggal wajib memenuhi persyaratan teknis. Tim pengacara Jessica membeberkan syarat-syarat teknis itu dan menunjukkannya melalui proyektor.
"Lambung beserta isi jumlahnya 100 gram, hati 100 gram, ginjal 100 gram, jantung 100 gram, tissue adipose atau jaringan lemak bawah perut 100 gram, dan otak 100 gram. Ini tidak dilakukan, padahal ini wajib," kata Ketua tim penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, dalam persidangan, Rabu 14 September 2016.
Otto juga mengatakan, urine sebanyak 25 mililiter, 100 mililiter darah, sisa makanan, minuman, obat-obatan, alat/peralatan/wadah antara lain piring, gelas, sendok/garpu, alat suntik, dan barang-barang lain yang diduga ada kaitannya dengan kasus harus diperiksa. Barang bukti pembanding yang diduga sebagai penyebab kematian korban, kata Otto, juga sepatutnya diperiksa.
Pasal tersebut pun, Otto menjelaskan, mengatur jika pengambilan barang bukti organ tubuh dan cairan tubuh korban meninggal dilakukan dengan cara autopsi oleh dokter.
"Jadi ada berapa item yang tidak diambil. Artinya, semua itu diambil ketika autopsi," jelasnya.
Namun, kata Otto, autopsi itu tidak dilakukan, lantas dia menanyakan alasan tidak dilakukannya autopsi dan pengambilan sampel tubuh itu kepada ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia (UI), Budiawan, yang dihadirkannya dalam sidang ke-20.
"Kalau ini aturan hukum, kita harus patuh dan ini tidak valid," kata dia.Â