Pura-pura Gila, Gadis Ini Bongkar Prostitusi di Kafe Dangdut
- Foe Peace Simbolon/VIVA.co.id
VIVA.co.id - Jajaran aparat Polres Metro Jakarta Pusat berhasil membongkar aksi penjualan perempuan dengan modus disalurkan sebagai pembatu rumah tangga (PRT). Alih-alih dijadikan PRT, tiga gadis justru dipaksa jadi PSK di sebuah kafe dangdut.
Tiga gadis berinisial HY (17), IS (17), dan EM (15), berhasil diselamatkan aparat setelah sebelumnya menjadi korban human traficking. Mereka dipekerjakan sebagai PSK di Kafe Doli-doli yang berlokasi di Dadap, Tangerang.
Awalnya ketiga gadis ini mengaku melamar bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Yayasan Setia Karya, Jl. Ketapang Baru I, Kemayoran, Jakarta Pusat. Namun bukannya disalurkan sebagai PRT, ketiganya justru dijual ke pemilik kafe.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Siswo Yuwono, selaku Kepala Satuan Reserse Kriminal polres metro Jakarta Pusat, menjelaskan bahwa peristiwa tersebut berawal ketika salah seorang korban berhasil melarikan diri dari Yayasan Setia Karya. Dia dikembalikan oleh pemilik kafe dangdut dengan alasan mengalami ketidakwarasan.
Kemudian, perempuan yang melarikan diri tersebut, melaporkan kejadiannya ke Polsek Kemayoran, yang lalu diteruskan untuk melapor ke Polres Jakarta Pusat.
"Di sini (Polres Jakarta Pusat), kita tanyai korban mengaku dipekerjakan sebagai PSK di Kafe Doli-Doli di Dadap, Tangerang. Namun HY, yang kabur, tidak sempat melayani tamu karena mengaku sedang datang bulan. Dia berpura-pura gila, sehingga dipulangkan kembali oleh pemilik kafe ke germo yang menjualnya di Kemayoran," jelasnya di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Selasa, 17 November 2015.
Mendapat laporan tersebut, Siswo bersama jajarannya segera menuju yayasan yang menjual HY dan dua orang perempuan lainnya itu. Keduanya ditangkap di tempat yang berbeda.
SR (50) sang germo ditangkap di Yayasan miliknya di Kemayoran, sedangkan MS (35) ditangkap saat kafe esek-esek miliknya belum beroperasi.
"Dari keterangan korban, kita tangkap SR sebagai pemilik yayasan dan MS sebagai pemilik tempat kafe tersebut. Tidak ada perlawanan yang ditunjukkan saat keduanya ditangkap. Mereka menyerahkan diri tanpa perlawanan saat ditangkap," tegasnya.
Selain itu, Siswo menjelaskan, ternyata Yayasan Setia Karya yang mengaku sebagai penyalur PRT itu, izin usahanya sudah mati sejak tahun 1996. "Kalau dari pengakuan pelaku, dia menjanjikan pekerjaan sebagai waiters kepada korban. Kata dia, baru pertama kali melakukan aksinya," singkat Siswo menceritakan.
Akibat perbuatannya, pelaku diancam dengan pasal 88 UU RI No. 25 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan pasal 296 KUHP Jo Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.