Pembunuhan Sadis di Tambora Bermula dari Utang Berlanjut Ritual Penggandaan Uang
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta, VIVA - Polres Jakarta Barat, mengungkap kasus pembunuhan sadis di Tambora. Modusnya adalah terkait ritual penggandaan uang, hingga menewaskan dua korban yakni Xong alias Enci (59) dan Eka Serla Wati (35).
Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Twedi Adiyta Bennyahdi, menjelaskan bahwa kasus pembunuhan ini terjadi pada Sabtu pekan lalu. Pelaku yakni Febri Arifin alias Ari alias Kakang alias Bebeb (31).
Pelaku tersebut ditangkap setelah melarikan diri ke kampung halamannya di Banyumas. Motif pembunuhan diduga terkait dengan utang piutang dan tipu daya ritual penggandaan uang yang dilakukan pelaku.
Kasus ini bermula ketika Febri Arifin, yang sudah mengenal korban pertama Xong alias Enci, sejak 2021 sebagai tetangga, berulang kali meminjam uang dengan janji akan mencicil pelunasan. Namun, hingga 2025, utang tersebut tak kunjung dilunasi.
Korban yang mempercayai pelaku, termakan tipu daya bahwa Febri memiliki kemampuan spiritual untuk menggandakan uang dan menemukan jodoh.
Pelaku bahkan mengaku mengenal beberapa “dukun sakti” yang mampu melakukan ritual penggandaan uang dan pencarian jodoh.
Untuk meyakinkan korbannya, pelaku menggunakan dua nomor telepon berbeda yang ia klaim sebagai kontak para dukun tersebut. Pada Februari 2025, pelaku menunjukkan sejumlah uang kepada korban untuk digandakan sebagai bagian dari ritual.
Pada 1 Maret 2025, korban dan pelaku sepakat melakukan ritual penggandaan uang di rumah korban. Malam itu, korban kedua yakni Eka Serla Wati, sudah bersiap melakukan ritual di kamar mandi menggunakan sarung. Sementara korban pertama berada di ruang utama dengan uang yang akan digandakan.
Komunikasi antara korban dan “dukun sakti” dilakukan melalui telepon. Namun ketika ritual tidak berhasil, korban pertama marah dan memaki pelaku. Tersinggung, pelaku kalap dan memukul kepala korban pertama dengan batang besi sebanyak dua kali.
Pelaku juga menindih dan mencekik korban hingga dipastikan meninggal dunia dengan melilitkan tali rafia di lehernya. Setelah membunuh korban pertama, pelaku membersihkan darah yang berceceran dan berusaha menenangkan diri dengan merokok selama 15 menit di depan rumah.
Pelaku kemudian masuk ke kamar mandi dan menyerang korban kedua, Eka Serla Wati, dengan memukul kepalanya. Korban sempat berteriak minta tolong sebelum akhirnya kembali dipukul dan dicekik hingga tewas.
Setelah kedua korban meninggal, pelaku memasukkan jasad mereka ke dalam tendon air di bawah kulkas, kemudian membersihkan sisa darah di lokasi kejadian.
Untuk menghilangkan jejak, pelaku mematikan lampu rumah dan berpura-pura menjadi tukang listrik ketika bertemu pelapor, Roni Effendy, yang merupakan adik korban kedua. Dalam keadaan gelap dan menggunakan masker, pelaku mengatakan bahwa ibu dan kakak pelapor sedang keluar rumah.
Setelah pelapor meninggalkan lokasi, pelaku mengambil uang yang sebelumnya akan digandakan dan meninggalkan rumah dengan mengunci pintu serta gerbang dari dalam. Ia lalu membuang barang bukti, termasuk ponsel hasil kejahatan, di tanggul Kali Jadoh dan melarikan diri ke Cirebon.
Di Cirebon, pelaku membuang ponsel Infinix milik korban sebelum akhirnya melanjutkan pelarian ke Banyumas, tempat ia berhasil diamankan pada 9 Maret 2025.
Dalam penangkapan tersebut, polisi mengamankan sejumlah barang bukti yakni pakaian lengan panjang bermotif merah putih, kain sarung cokelat milik korban kedua. Lalu ada dua unit ponsel milik pelaku, termasuk ponsel hasil kejahatan, dan sepeda motor dan helm milik pelaku
Pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 339 KUHP tentang pembunuhan dengan pemberatan, serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
