Bejat! Oknum Pimpinan Ponpes, Anaknya, hingga Guru Cabuli Santriwati di Lombok
- VIVA.co.id/Satria Zulfikar (Mataram)
Lombok, VIVA – Tiga tersangka pelaku dugaan pencabulan terhadap seorang santriwati diamankan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Barat. Ketiga pelaku merupakan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) berinisial Ustaz S alias D, anak Pimpinan Ponpes berinisial WM alias TW dan pengajar di Ponpes tersebut berinisial HM alias AM.
Ketiga pelaku diduga mencabuli santriwati di bawah umur yang masih berusia 16 tahun. Polisi mendalami kasus tersebut usai menerima laporan dari orang tua korban.
Kanit PPA Sat. Reskrim Polres Lombok Barat, Ipda Dhimas Prabowo mengatakan, modus operandi yang dilakukan para tersangka berbeda-beda. Tersangka WM yang merupakan anak Pimpinan Ponpes diduga melakukan persetubuhan terhadap korban di kamar tidurnya pada pertengahan November 2023 dini hari.
“Modusnya, tersangka membangunkan korban yang sedang tidur, menariknya ke kamar dan melakukan persetubuhan setelah sebelumnya melakukan perbuatan cabul seperti meraba tubuh korban,” katanya, Sabtu, 28 Desember 2024.
Sementara itu, tersangka S yang berprofesi sebagai Ketua Yayasan HF, diduga melakukan pencabulan terhadap korban di kamar ibu tersangka dalam beberapa kesempatan. Aksi bejat tersebut dilakukan pada Juni, Agustus, dan Oktober 2024.
Tersangka HM juga diduga melakukan pencabulan terhadap korban di lokasi yang sama pada September 2024. Modusnya hampir serupa, yaitu mencium korban dan memeluknya secara paksa.
"Awalnya pelapor bersama korban datang ke Polres Lombok Barat untuk membuat laporan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak," ujar Ipda Dhimas.
Unit PPA Sat Reskrim Polres Lombok Barat segera melakukan serangkaian penyelidikan dan pengembangan. Termasuk wawancara/klarifikasi terhadap pelapor, korban dan saksi-saksi.
Korban Lebih dari Satu
Kemudian mengacu hasil visum korban terdapat luka robek lama kekerasan tumpul dari keterangan korban juga mengalami persetubuhan. Ada juga tiga saksi lain mengaku sebagai korban pencabulan.
Setelah melakukan gelar perkara, status kasus dinaikkan ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka.
"Setelah wawancara atau klarifikasi saksi-saksi, terdapat tiga (saksi) yang mengaku sebagai korban juga. Kemudian dilaksanakan gelar perkara naik sidik dan gelar perkara penetapan tersangka," katanya.
Relasi Kuasa
Motif kejahatan para tersangka diduga karena adanya kesempatan dan anggapan bahwa korban tidak akan melapor karena para tersangka merupakan guru korban di Yayasan HF.
Para tersangka juga diduga memanfaatkan doktrin kepatuhan terhadap guru yang diajarkan di yayasan tersebut.
Barang bukti yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian berupa satu buah baju kaos lengan pendek warna hitam dan satu buah celana kulot warna hitam,” ujarnya.
Tersangka WM dipersangkakan melanggar Pasal 76D Jo. Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 76E Jo. Pasal 82 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima belas tahun.
Sementara itu, tersangka S dipersangkakan melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima belas tahun.
Tersangka HM juga dipersangkakan melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima belas tahun.
Pihak berwenang akan terus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.