Penyandang Disabilitas di Lombok Jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual
- Freepik
Lombok, VIVA – Seorang penyandang disabilitas berinisial IWAS (21 tahun) asal Lombok ditetapkan tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat NTB) atas dugaan kasus pelecehan seksual.
Pelaku merupakan seorang mahasiswa di institut agama yang berada di Kota Mataram. Pelaku diketahui memiliki pekerjaan sampingan menjadi petugas parkir di Taman Sangkareang Kota Mataram.
Dalam bekerja sebagai juru parkir, pelaku kerapkali berinteraksi dengan para korban yang saat itu tengah berada di taman.
Kasus tersebut menjadi pro dan kontra lantaran pelaku memiliki keterbatasan fisik yakni tidak memiliki kedua tangan, sehingga banyak yang meragukan pelaku melakukan aksi keji tersebut.
Kasubdit IV Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati mengatakan korban dibawa ke salah satu penginapan oleh pelaku. Korban merupakan seorang mahasiswi di Mataram.
“(Kejadian) di salah satu homestay. Dia (korban) digerakkan untuk menuju suatu lokasi (penginapan),” ujarnya.
Modus Hipnotis
Tim Pendamping Korban Pelecehan, Andre Safutra mengatakan korban diduga dihipnotis oleh pelaku.
“Meski memiliki kekurangan secara fisik, pelaku ini cukup lihai dalam melakukan tipu daya untuk memperalat para korbannya. Awalnya, untuk membangun kedekatan emosional, pelaku sengaja banyak membahas tentang kondisi fisiknya yang cacat,” ujarnya, Minggu, 1 Desember 2024.
Dia mengatakan pelaku diduga memberikan sugesti kepada korban sehingga korban mau melakukan apa yang dikehendaki oleh pelaku.
Lebih dari Satu
Diduga korban tidak hanya satu orang. Ada indikasi korban berjumlah tujuh orang yang juga menjadi korban hipnotis. Kini para korban tengah didamping oleh LBH dan Aktivis Perempuan di Mataram.
“Tim sudah menerima laporan masuk dari tujuh korban. Ada empat yang sudah lengkap kami kumpulkan,” katanya.
“Akibatnya, para korban yang awalnya menolak, jadi mengikuti kemauan pelaku. Pelaku biasanya menggumamkan sesuatu dan mensugestikan korban untuk mengambil benda (bunga) yang ada di sekitarnya,” ujar Andre.
Pelaku terkuak telah melakukan aksi bejatnya dengan rincian, pada tanggal 28 September (1 korban) , 1 Oktober (2 korban), dan tanggal 7 (1 korban).
“Para korban adalah pelajar yang rata-rata baru masuk kuliah. Mereka semua adalah orang asing yang pelaku temui secara acak di tempat-tempat terbuka. Seperti di Taman Budaya dan Teras Udayana,” ujarnya.
Andre memahami pro kontra yang berkembang atas kasus itu. Namun dia meminta publik bijak untuk menyikapi, mengingat kasus tersebut terus bermunculan korban baru yang mengaku mengalami pelecehan seksual oleh pelaku.
“Kami harap masyarakat bisa lebih bijak melihat kasus ini dari dua sisi. Memang secara logis kondisi korban tidak mungkin sekali untuk melakukan hal itu. Tapi, korbannya sekarang saja sudah ada tujuh orang. Dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah,” ujarnya.