Heboh soal Suap 3 Hakim, Kejagung Telusuri Sumber Dana Pengacara Ronald Tannur
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah menelusuri sumber dana yang digunakan oleh LR, pengacara Gregorius Ronald Tannur, dalam kasus dugaan suap kepada tiga hakim yang menangani perkara kliennya.
Ronald Tannur, yang terjerat kasus penganiayaan dan pembunuhan terhadap pacarnya, Dini Sera Afriyanti, diduga melibatkan LR untuk mempengaruhi keputusan hukum melalui pemberian suap.
Penyelidikan ini dilakukan setelah muncul dugaan bahwa LR memiliki akses terhadap dana yang mencurigakan, yang diduga digunakan untuk menyuap para hakim.
Dalam keterangannya, pihak Kejagung menyebutkan bahwa investigasi menyeluruh terkait sumber dana ini sangat penting guna memastikan integritas proses peradilan dan menindaklanjuti laporan dugaan kecurangan yang merusak keadilan.
Kasus ini juga mendapat perhatian publik yang luas, mengingat besarnya harapan masyarakat untuk melihat transparansi dan keadilan dalam kasus yang melibatkan nyawa korban.
"Dengan LR ini akan terus didalami bagaimana sumber dananya. Apakah ini merupakan dana yang disiapkan oleh yang bersangkutan? Ini dananya dari siapa?" ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 28 Oktober 2024, dilansir dari Antara.
Pihak Kejagung juga akan menghubungkan keterangan LR dengan pernyataan dari tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga menerima suap tersebut untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Selain itu, Kejagung akan mencocokkan keterangan tersebut dengan informasi dari ZR (Zarof Ricar), mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA), yang dituduh berperan sebagai perantara dalam upaya mengubah putusan kasasi untuk meringankan hukuman Tannur.
Dugaan keterlibatan ZR sebagai makelar perkara ini semakin memperkuat penyelidikan Kejagung terhadap jaringan yang memungkinkan suap terjadi dalam proses peradilan.
"Nanti di sinilah yang tentu penyidik akan terus mengembangkan peristiwa ini supaya ada simpul yang bisa ditarik. Semua ini akan terus digali supaya terjawab agar tindak pidana ini betul-betul bisa diselesaikan dengan baik," ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa penyidik juga sedang menelusuri asal-usul uang tunai sebesar Rp920 miliar dan emas Antam seberat 51 kilogram yang ditemukan di kediaman ZR di daerah Senayan, Jakarta.
"Nanti akan diselidiki seperti apa posisi Rp920 miliar dan emas 51 kilogram ini. Apakah ini ada keterkaitan dengan peristiwa tindak pidana Ronald Tannur? Atau apakah seperti yang disampaikan dalam keterangan bahwa uang ini sudah diperoleh yang bersangkutan sejak 2012 hingga 2022 (tindak pidana gratifikasi, red.)? Lalu dikaitkan dengan konteks pasal persangkaan dalam perkara. Jadi, itu yang harus didalami," paparnya.
LR diketahui terlibat dalam dua kasus dugaan suap. Dalam kasus pertama, LR diduga menyuap tiga hakim PN Surabaya, yakni ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul), untuk mempengaruhi keputusan yang akan dijatuhkan dalam persidangan.
Atas perbuatan tersebut, para hakim penerima suap, yaitu ED, HH, dan M, dikenai pasal-pasal tindak pidana korupsi, yaitu Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf e jo. Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, LR selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus kedua, LR diduga melibatkan ZR, seorang mantan pejabat tinggi di Mahkamah Agung, untuk mengubah putusan kasasi yang akan dijatuhkan kepada Ronald Tannur.
LR menjanjikan sejumlah uang sebesar Rp5 miliar kepada tiga hakim agung berinisial S, A, dan S, sedangkan ZR dijanjikan upah sebesar Rp1 miliar untuk memfasilitasi hal tersebut. Namun, uang yang dijanjikan belum disalurkan oleh ZR kepada para hakim tersebut
Atas keterlibatan ini, LR dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, ZR dikenai pasal tambahan, yakni Pasal 12B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021.