Pria di Pondok Aren Lecehkan Anak Tirinya Berulang Kali, Bahkan Sejak Korban Masih Bayi
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Tangerang Selatan, VIVA — Seorang pria berinisial H (52), dilaporkan ke polisi atas kasus kekerasan seksual terhadap anak tirinya berinisial F (11) di wilayah Kelurahan Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Tindakan tersebut diduga terjadi secara berulang sejak korban masih bayi, tepatnya sejak tahun 2014.
Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang, mengungkapkan bahwa tindakan pencabulan yang dilakukan oleh H sudah berlangsung lama.
"Berdasarkan penyelidikan sementara, pelaku telah melakukan tindakan asusila terhadap korban sejak tahun 2014 di kediaman mereka," jelas Victor dalam keterangannya, Kamis 19 September 2024.
Hasil investigasi menyebutkan bahwa kasus pelecehan ini telah terjadi sedikitnya empat kali.
Kejahatan tersebut terjadi setelah pelaku menikah siri dengan ibu kandung korban. Meskipun pelecehan sudah terjadi selama bertahun-tahun, korban baru melaporkan perbuatan pelaku kepada ibunya pada November 2023.
Sang ibu, yang terkejut dan terpukul mendengar pengakuan anaknya, langsung melaporkan tindakan tersebut ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Tangerang Selatan pada Kamis 23 September 2014.
"Dari tahun 2014 hingga 2024, kami mengidentifikasi setidaknya ada empat kali kejadian pelecehan seksual yang dialami korban. Ini berdasarkan hasil pemeriksaan awal serta keterangan yang diberikan korban," tambah Victor.
Lebih lanjut, Victor juga mengungkapkan bahwa pelaku kerap kali memberikan sejumlah uang kepada korban setelah melakukan aksi bejatnya.
Tindakan ini dilakukan agar korban tidak menceritakan apa yang telah dialaminya kepada siapa pun.
"Tersangka memberikan sejumlah uang sebagai upaya untuk menutupi perbuatannya, agar korban tidak melaporkan kejadian tersebut," tambah Victor.
Setelah laporan diterima, polisi bergerak cepat dan berhasil menangkap pelaku.
Dalam proses penangkapan tersebut, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum et repertum, hasil pemeriksaan psikologis korban, serta pakaian yang dikenakan korban saat kejadian.
Pelaku kini harus menghadapi proses hukum dengan ancaman hukuman berat.
Tersangka didakwa dengan pasal kekerasan seksual fisik dan/atau pencabulan terhadap anak di bawah umur, sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Jika terbukti bersalah, H dapat dijatuhi hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Kasus ini menjadi contoh tragis dari kekerasan seksual yang sering kali tersembunyi di balik dinding rumah tangga.
Ayah tiri, yang seharusnya menjadi sosok pelindung bagi anak, justru menjadi pelaku pelecehan yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Hal ini menggambarkan betapa rentannya anak-anak dalam situasi rumah tangga yang tidak sehat.
"Peran keluarga dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual sangat penting. Namun, sering kali korban merasa takut atau dipaksa untuk tetap diam, sehingga pelaku terus melakukan tindakan bejatnya tanpa ada konsekuensi," ujar seorang psikolog anak yang menangani kasus serupa.
Selain itu, kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan tentang kekerasan seksual dan pemberdayaan anak untuk berani melaporkan tindakan yang tidak pantas.
Korban yang berani melaporkan kekerasan seperti yang dilakukan oleh F adalah langkah penting untuk menghentikan rantai kekerasan.
Peran Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) sangat vital dalam menangani kasus-kasus seperti ini, baik dari sisi hukum maupun psikolog.